octa vaganza

Siap-Siap Cicilan Kredit Bakal Naik Tahun Depan

Debitur harus merogoh kocek lebih dalam karena dipastikan suku bunga kredit seperti KPR, apartemen, kendaraan dan lainnya akan terkerek menyusul kenaikan suku bunga acuan.

Pada tahun depan, kencangkan ikat pinggang alias berhemat. Ini setelah Rapat Dewan Gubernur  Bank Indonesia pada 16-17 November 2022 memutuskan untuk menaikkan suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) atau biasa disebut suku bunga acuan menjadi sebesar 5,25%. Kenaikan ini merupakan yang keempat kalinya sepanjang 2022. 

BI mengklaim keputusan mengerek suku bunga sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini masih tinggi dan memastikan inflasi inti ke depan kembali ke dalam sasaran 3,0±1% lebih awal yaitu ke paruh pertama 2023. Selain itu, untuk memperkuat nilai tukar rupiah setelah dihajar penguatan dolar AS.

Untuk diketahui, nilai tukar Rupiah sampai dengan 16 November 2022 terdepresiasi sebesar 8,65% (year to date/ytd) dibandingkan dengan level akhir 2021. Depresiasi rupiah diperkirakan akan lebih tinggi sampai akhir tahun menyusul keluarnya aliran modal asing seiring semakin perkasanya mata uang Negeri Paman Sam.

Meski suku bunga acuan meningkat, namun OJK tetap optimis pertumbuhan kredit pada tahun ini mencapai di atas 10%.  optimis pertumbuhan kredit hingga akhir 2022 dapat diatas 10%.

“Pertumbuhan ekonomi tumbuh 5,72% di kuartal III kemarin, ditopang dengan kredit tumbuh sebesar 11% hingga September 2022 dan kita optimis di akhir 2022 kredit masih diatas 10%,” ujar Slamet Edy Purnomo, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK.

Sebagi regulator di industri jasa keuangan, OJK akan terus melakukan kebijakan countercyclical buffer dan perbankan akan didorong untuk terus optimis terutama di sektor-sektor yang saat ini masih memberikan prospek yang bagus seperti sektor rumah tangga, perdagangan, industri pengolahan serta UMKM.

Optimisme juga tercermin dari industri perbankan yang merevisi rencanan bisnis bank (RBB) di akhir 2022 yang sebelumnya kredit sebesar 7,5% menjadi 10,33%. Serta Dana Pihak Ketiga (DPK) menjadi sebesar 5,60%.

Secara historis, kenaikan suku bunga acuan tidak serta merta langsung berdampak bagi perbankan karena ada efek jeda. Selain itu kapasitas likuiditas perbankan dan target masing-masing bank juga akan berbeda dalam merespons kenaikan suku bunga acuan dalam jangka pendek.

Ambil contoh saat suku bunga acuan dinaikan menjadi 4,75% pada Oktober lalu. Bank BRI masih menetapkan bunga kredit KPR sebesar 7,25% efektif per tahun alias belum naik. Sekretaris Perusahaan BRI Aestika Oryza Gunarto mengatakan, saat ini BRI belum menaikkan suku bunga KPR, dengan counter rate bunga KPR equivalen sebesar 13%.

Menurutnya, ada berbagai faktor yang menjadi pertimbangan, diantaranya faktor likuiditas serta struktur simpanan dan pinjaman yang berbeda beda antar masing-masing bank. Per September 2022, BRI berhasil mencatatkan pertumbuhan KPR. Pencairan KPR BRI secara tahunan mengalami peningkatan sebesar 10,84%. BRI telah menyalurkan KPR senilai Rp8,4 triliun kepada lebih dari 27.000 nasabah.

Sementara Bank Mandiri menaikkan suku bunga KPR rata-rata mencapai 25-50 basis poin. Menurut Corporate Secretary Bank Mandiri Rudi As Aturridha, perusahaan menyesuaikan kenaikan suku bunga acuan BI yang telah tiga kali mengalami kenaikan. Meski demikian, kenaikan KPR dilakukan secara terbatas dan belum berlaku bagi semua segmen.

Chief Economist Bank Permata Josua Pardede mengatakan, efek dari lonjakan suku bunga acuan BI ini memang belum terlalu terasa di tahun ini lantaran terjadi efek tunda transmisi suku bunga acuan BI pada bunga perbankan.

Namun demikian, efek tersebut baru akan terasa di tahun depan di mana kenaikan suku bunga kredit perbankan akan mulai terasa. “Terkait dengan proyeksi kami, pertumbuhan kredit 2023 akan cenderung melambat dibandingkan dengan tahun ini,” ujar Josua.

Mengutip data BI, akibat dari kenaikan suku bunga acuan BI sejak Agustus lalu, pada Oktober lalu suku bunga deposito 1 bulan naik menjadi 3,40% dari 2,89% dibanding Juli 2022, sedangkan suku bunga kredit meningkat menjadi 9,09% dari 8,94%.

Menanggapi kenaikan suku bunga acuan tersebut, Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, bank diperkirakan akan menaikkan suku bunga KPR hingga 1,25% di tahun 2022 dan 2,5%-3% di tahun 2023.

Namun jika ada bank yang tidak terlalu cepat menaikan suku bunga kredit komersial seperti KPR lebih disebabkan likuiditasnya masih mencukupi. “Tapi itu pun hanya temporer, di 2023 awal bank diperkirakan akan melakukan penyesuaian juga mengikuti suku bunga acuan,” ujar Bhima.

Selain itu, bank masih menahan suku bunga KPR karena momentum pemulihan KPR. Seperti diketahui, akibat pandemi pembelian rumah terbatas karena adanya larangan tatap muka untuk menghindari penyebaran virus. 

Kenaikan suku bunga kredit juga dilakukan bank untuk mengompensasi risiko kenaikan kredit bermasalah (non performing loan/NPL). Dengan begitu, performa bank akan tetap terjaga sehingga dapat memberi nilai lebih bagi para pemegang saham.

Sementara dari sisi nasabah, kenaikan suku bunga kredit seperti KPR akan mengurungkan niatnya untuk memiliki rumah. Nasabah, kata Bhima, akan mempertimbangkan kembali rencana pembelian saat bunga naik. Ini akan memperlambat pertumbuhan KPR di 2023.

“Kemungkinan debitur KPR akan menunda untuk pembelian, mengumpulkan uang terlebih dahulu sehingga angsuran cicilan bulanannya jadi lebih ringan,” ungkapnya.

Senada dengan Bhima, ekonom INDEF Eko Listiyanto memperkirakan bahwa suku bunga KPR akan naik pada awal tahun depan. Bagi debitur dengan utang KPR sudah berjalan bisa menghadapi kenaikan jika menggunakan bunga KP mengambang (floating).  “Konsekuensinya nasabah membayar cicilan lebih besar, umumnya nasabah yang sudah di atas 3 tahun maka bunga KPR akan floating,” tutur Eko.

Kenaikan suku bunga acuan akan berdampak pada semua sektor usaha yang ujung-ujungnya akan membebani konsumen sebagai end user. Ini lantaran sumber pembiayaan terbesar dunia bisnis di Indonesia masih berasal dari perbankan. Oleh karenanya, masyarakat harus merogoh kocek lebih dalam terutama bagi yang masih punya kewajiban mengangsur cicilan baik di bank, leasing, atau pun koperasi. (Kur).

Exit mobile version