octa vaganza
Fokus  

Setelah Pandemi Usai

Setelah dua tahun lebih terkungkung pandemi, pernyataan Presiden Joko Widodo pada 18 Mei lalu yang memberi lampu hijau kepada masyarakat untuk melepas masker di ruang terbuka dikarenakan kasus Covid-19 di Indonesia dianggap sudah terkendali menjadi peluit yang memberi tanda bahwa pandemi telah sampai di penghujung.

Kegiatan perkantoran, bisnis, perdagangan, hiburan pun telah berangsur kembali dilonggarkan seperti sebelum pandemi – meski kewaspadaan tetap harus dijaga. Sebelumnya, pemerintah juga telah memberi restu kepada masyarakat untuk melaksanakan mudik lebaran.

Yang menjadi pertanyaan besar, seberapa cepat perekonomian dapat kembali recovery ke level sebelum pandemi? Seberapa jauh resesi akibat Covid-19 telah merusak sendi-sendi bisnis? Apa yang harus dilakukan dan dipersiapkan pelaku usaha untuk membuka kembali ‘warung-warung’—nya yang telah terpaksa tutup saat pemberlakuan PPKM? Apa saja tantangan yang harus dihadapi saat ini?

Pertanyaan-pertanyaan penting ini menjadi menarik untuk dikupas lebih lanjut. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini diperlukan agar setiap pelaku usaha dapat memahami peta perubahan bisnis pascapandemi dan menyiapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memacu kembali roda bisnisnya, atau memulai lagi usahanya dari titik nol.

Resesi global akibat pandemi Covid-19 memang luar biasa. Resesi ini menghantam 92,9% negara di dunia, termasuk Indonesia tentunya. Dalam catatan Bank Dunia, sejak 1871 hingga saat ini telah terjadi 14 resesi ekonomi global. 

Sebelum ini, sejarah mencatat resesi terberat yang pernah terjadi adalah pada 1931. Sejarah mencatat, Depresi Akbar itu setidaknya telah memukul 83,8% negara di dunia.

Namun, resesi global akibat Covid-19 memecahkan rekor krisis yang pernah ada. Negara yang terdampak di seluruh dunia mencapai lebih dari 92,9%.

Tidak melulu akibat Covid-19 memang. Resesi ini telah dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya akibat ketidakpastian global dan evolusi digital yang mendorong terjadinya disrupsi di berbagai sektor industri.

Dampak di Indonesia

Seberapa jauh kerusakan yang diakibatkan pandemi ini di Indonesia? Tentu kita sudah sama-sama ketahui, sejak kasus Covid-19 pertama terdeteksi pada 3 Maret 2020 diumumkan, tak perlu menunggu waktu lama, dunia usaha serta merta terseok-seok dan banyak yang akhirnya gulung tikar, terutama akibat pemberlakuan pembatasan sosial diberlakukan secara luas.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mencatat banyak pelaku usaha di Tanah Air yang kesulitan bangkit, sebagian besar kehabisan modal dan utangnya macet . Sektor-sektor yang paling terdampak terutama adalah pariwisata, transportasi udara dan laut yang terkait logistik, kemudian UMKM yang terkait dengan pariwisata.

Pemerintah sendiri sebetulnya sudah cukup serius berupaya meminimalkan dampak pandemi terhadap dunia usaha.

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, realisasi anggaran program pemulihan ekonomi nasional (PEN) per 13 Mei 2022 mencapai Rp80,79 triliun atau 17,73% dari alokasi Rp455,62 triliun.

“Fokus kita saat ini melakukan konsolidasi APBN, menjaga pemulihan ekonomi, menjaga daya beli rakyat, menjaga kesehatan APBN, serta kerja sama dengan seluruh Kementerian/Lembaga dan DPR agar APBN terus terjaga,” ujarnya dalam konferensi pers APBN KiTA, Senin (23/5).

Realisasi program PEN itu meliputi Rp51,09 triliun untuk perlindungan sosial yang merupakan 33% dari pagu Rp154,76 triliun yaitu terdiri dari Program Keluarga Harapan (PKH) Rp14,24 triliun bagi 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Selanjutnya adalah Program Kartu Sembako Rp18,8 triliun bagi 18,8 juta KPM, Bantuan Langsung Tunai (BLT) Minyak Goreng Rp6,1 triliun bagi 20,3 juta KPM dan BLT Desa Rp8 triliun bagi 6,5 juta keluarga.

Bantuan Tunai Pedagang Kaki Lima dan Warung (BT-PKLW) Rp1,6 triliun kepada 992 ribu PKL dan 880 ribu nelayan serta Kartu Prakerja Rp2,4 triliun kepada 665,6 ribu orang. Selain perlindungan masyarakat, realisasi program PEN yang juga mencakup penguatan pemulihan ekonomi yakni mencapai 8,1% dari pagu Rp178,32 triliun atau Rp14,48 triliun.

Realisasi penguatan pemulihan ekonomi ini terdiri atas program pariwisata Rp0,19 triliun, ICT Rp0,85 triliun, dukungan UMKM berupa subsidi bunga dan IJP Rp8,14 triliun serta insentif perpajakan Rp5,2 triliun. Terakhir, untuk sektor kesehatan hingga realisasinya baru Rp15,21 triliun atau 12,42% dari pagu Rp122,54 triliun.

Realisasi sektor kesehatan ditujukan untuk pembayaran klaim pasien sebesar Rp11,6 triliun, insentif tenaga kesehatan Rp1,59 triliun, insentif perpajakan kesehatan Rp1,2 triliun dan Dana Desa bagi penanganan COVID-19 Rp0,8 triliun

Menurut Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, ada tiga kunci menuju pemulihan ekonomi pasca pandemi. Ketiga kunci tersebut adalah memaksimalkan terbukanya lapangan kerja dalam sektor-sektor potensial seperti sektor digital melalui pembangunan kapasitas dan keterampilan yang relevan, mendorong produktivitas untuk menciptakan nilai tambah pada sektor yang menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru, serta menciptakan ekosistem untuk bumi yang layak huni, mendorong lapangan kerja yang berkelanjutan dan transisi energi yang adil dan terjangkau.

Sektor Keuangan

Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan juga mencatat stabilitas sektor jasa keuangan hingga triwulan I tetap terjaga dan tumbuh seiring dengan peningkatan fungsi intermediasi di sektor perbankan dan industri keuangan nonbank, serta menguatnya pasar domestik.

Kondisi stabilitas itu terjadi seiring dengan terkendalinya pandemi yang meningkatkan aktivitas sosial ekonomi masyarakat telah mendorong pertumbuhan perekonomian nasional meskipun terdapat peningkatan tensi geopolitik di Eropa dan normalisasi kebijakan moneter global.

Data OJK juga mencatat bahwa tekanan eksternal terhadap perekonomian terlihat pada eskalasi perang Rusia-Ukraina, masih tingginya penyebaran Covid-19 di Tiongkok, dan ekspektasi percepatan normalisasi kebijakan moneter The Fed.

Masih berlanjutnya konflik Rusia-Ukraina dan lockdown di Tiongkok dikhawatirkan akan mengganggu global supply chain dan kenaikan harga komoditas. Sementara itu, peningkatan ekspektasi percepatan normalisasi kebijakan moneter The Fed telah menyebabkan kenaikan volatilitas pasar keuangan global.

Namun demikian, OJK menilai transmisi dari beberapa sentimen negatif tersebut terhadap perekonomian domestik melalui jalur sektor keuangan, sektor perdagangan, dan harga komoditas relatif masih terkendali.

Jika melihat data-data makroekonomi, seharusnya memang tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari proses recovery ekonomi Indonesia. Tetapi, kondisi riil di lapangan bisa saja berkata berbeda. Di sektor perbankan misalnya, statistik menunjukkan kinerja perbankan nasional telah tumbuh pesat. Pendapatan bunga meningkat, kinerja kredit dan mobilisasi Dana Pihak Ketiga juga meningkat. Tetapi, jika dilihat lebih detail, laba sebagian bank justru membukukan rugi dengan besaran yang sangat besar.

Begitu pula, kasat mata kita melihat begitu banyak mal, pusat perbelanjaan, apartemen yang kosong melompong, gelombang PHK juga masih terus terjadi. Tentu tren ini tidak bisa kita abaikan begitu saja.

Dan kesiapan menghadapi era pascapandemi adalah hal krusial yang harus kita antisipasi. Mari kita ambil contoh, negeri jiran Singapura yang sejak dini telah bersiap menghadapi berbagai tantangan pascapandemi.

Menurut Perdana Menteri Lee Hsien Loong, setelah pandemi berakhir, dunia sebetulnya tengah menghadapi ancaman resesi dalam dua tahun ke depan. Ketidakstabilan dunia akibat invasi Rusia ke Ukraina juga akan menjadikan tekanan tingginya biaya hidup di Singapura semakin meningkat.

Karena itu, pemerintah Singapura juga mengalokasikan dana sebesar S$560 juga untuk paket bantuan rumah tangga. Singapura pun kini juga terus berupaya meningkatkan keamanan pangan dan energi untuk mencukupi kebutuhan dalam negerinya dalam menghadapi ancaman krisis pangan dan energi.

Jadi, apa yang harus kita persiapkan untuk mempercepat recovery setelah pandemi berakhir? Tentu kita wajib untuk terus memelihara optimisme. Tetapi, berhati-hati dan waspada juga merupakan pilihan sikap yang jauh lebih bijak. Semoga kita bisa melalui tahapan pemulihan ini dengan baik dan roda ekonomi kembali berputar kencang. (trd)

Exit mobile version