hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Sendiri, Berdua, Sepuluh, Lalu…

Salah satu penyebab berhentinya bisnis di tengah jalan adalah pecahnya kongsi antarpemilik. Dua orang atau lebih membangun bisnis Bersama, lalu saat bisnis sudah berjalan terjadi perselisihan yang menyebabkan bisnis bubar. Saya termasuk yang tidak mempercayai sistem partnership dalam membangun bisnis. Jika bisa dilakukan sendiri, ngapain mesti berdua?

Memang tidak semua partner bisnis mengalami kegagalan. Ada juga yang berhasil. Kompak menjalankan bisnis bersama. Namun, jika dilihat perbandingannya, lebih banyak partnership yang gagal. Mereka yang berhasil membangun kepemilikan bersama biasanya terbukti memiliki visi yang sama, saling bisa percaya, dan terikat oleh legalitas kerja sama yang dilindungi hukum.

Partnership bisa berjalan dengan baik bila di antara para pemilik saling menutupi kelemahan. Karena itu, para pakar manajemen merekomendasikan kita untuk mencari rekan yang bisa menutupi kekurangan kita saat akan membangun bisnis. Misalnya, kita merasa memahami masalah produk, tapi lemah dalam hal pemasaran. Mengajak seorang teman yang berpengalaman dalam hal pemasaran dalam hal ini sah-sah saja.

Masalahnya, dalam diri manusia nada ego dan juga sifat serakah. Kedua hal inilah yang biasanya berhasil memisahkan kongsi pemilik, terlebih di saat perusahaan semakin besar. Satu pemilik akan merasa lebih berperan dibanding yang lain, sehingga merasa punya hak lebih besar. Akibatnya, hubungan bisnis menjadi pecah. Parahnya lagi, hubungan di luar bisnis pun ikut rusak. Padahal, sebelumnya mereka adalah teman akrab, sahabat, bahkan keluarga.

Saya kapok membangun bisnis bersama orang lain. Saya memilih menjalankan bisnis saya sendiri. Susah senang ditanggung sendiri. Kalau saya membangun perusahaan bersama orang lain, saya jamin suatu saat akan pecah. Cukup sekali saja pengalaman itu.

Di dalam buku Belajar Goblok dari Bob Sadino susunan Dodi Mawardi dituliskan beberapa alasan yang membuat Bob tidak mau menjalankan bisnis dengan berpartner, yakni:

Pertama, Hubungan yang sebelumnya baik bisa berubah akibat urusan bisnis. Kedua, Setiap kerja sama (selevel) dalam membangun perusahaan pasti akan berakhir bubar, entah dalam waktu singkat atau lama. Ketiga, Biasanya salah satu atau kedua pihak akan menjadi serakah, entah itu rebutan saham, pembagian keuntungan, atau lainnya. Keempat, Akan muncul saling curiga. Pihak yang satu merasa sudah maksimal dan beranggapan yang lain baru mengeluarkan upaya setengah-setengah, dan sebaliknya.

Jika pun pilihannya berpartner, salah satu kesalahan utama yang dilakukan pemula adalah membentuk organisasi yang super ribet. Bahkan sebelum bisnisnya berjalan. Ada direktur utama, wakil direktur satu, wakil direktur dua, ada manajer pemasaran, ada manajer produksi, ada manajer keuangan, ada manajer SDM, ada supervisor, dan seterusnya.

Padahal, salah satu kunci sukses bisnis adalah membuatnya tetap simple. Sederhana. Bua tapa membuat organisasi yang gemuk dan terlihat mewah jika nyatanya kebanyakan mereka nantinya hanya nganggur?

Buatlah organisasi sesuai kebutuhan usaha Anda. Seiring dengan perkembangan perusahaan, organisasi itu akan mengalami penyesuaian dengan sendirinya. Jika segala sesuatu bisa Anda lakukan sendiri di tahap awal, mengapa harus mencari teman? Berjalanlah sendirian. Ketika dibutuhkan tenaga untuk meningkatkan produksi, memperluas penjualan, hingga urusan administratif yang makin banyak, barulah kita mulai berpikir untuk menambahkan anggota baru pada tim.

Itu yang saya alami. Awalnya saya sendiri, lalu bertambah jadi dua, terus sepuluh, lalu seratus. Nggak ada rencana. Semua mengalir sesuai kebutuhan. Orang goblok akan menyusun organisasi sesuai dengan kebutuhannya sendiri, bukan karena mengikuti teori.●

pasang iklan di sini