Site icon Peluang News

Sektor Pangan Hanya 11, 23% dari Total Koperasi

Menteri Koperasi UKM Teten Masduki-Foto: Istimewa.

JAKARTA—Indonesia masih memerlukan lebih banyak koperasi pangan untuk menopang kemandirian pangan. Pandemi Covid-19 membuktikan bahwa pertanian adalah penyelamat ekonomi, bahkan juga ekspor.

Selain itu sektor pangan berperan terhadap 23% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Sayangnya pertanian terutama yang menunjang pangan, masih banyak menghadapi masalah.

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyampaikan, dari jumlah koperasi pangan hanya 11, 23% dari total koperasi.

Sementara  omzet koperasi sektor pangan berjumlah Rp154,718 triliun atau setara 7,27 persen seluruh koperasi.  Menurutnya koperasi pangan punya problem  pada keterbatasan akses lahan pembiayaan dan pasar.

“Sektor pangan juga menghadapi permasalahan dalam rantai pasok. Saat ini rantai pasok terlalu rumit dan panjang,” ujar Teten dalam sebuah seminar daring, Senin (27/7/20).

Teten menyampaikan, koperasi harus ikut berpartisipasi dalam pengembangan sektor pangan. Saat ini masih banyak petani yang belum teorganisir dengan baik. Hal ini mempengaruhi pengembangan model bisnis.

“Saya kira problem di pertanian problemnya adalah di kelembagaan usaha tani yang sekarang ini para petani itu banyak petani perorangan dalam skala kecil sehingga sulit untuk bisa melahirkan model bisnis yang efisien dan konsisten,” kata Teten.

Dia mengungkapan, ada lima sampai enam tahap distribusi dari petani sampai konsumen. Dalam hal ini koperasi hadir sebagai lembaga sosial ekonomi untuk konsolidasi petani perorangan, lahan sempit.

Koperasi juga berperan mengembangkan skala bisnis yang bisa menghubungkan petani dengan pasar. Konsolidasi ini bisa dikembangkan dengan adanya pengembangan sektor digital.

“Saat ini petani yang memproduksi sayur dan buah sekarang sudah dengan aplikasi digital. Sehingga bisa terhubung dengan market baik dalam negeri maupun dari luar. Ini berpotenisi untuk dilakukan percepatan,” papar Teten.

Kemenkop UKM ingin menghubungkan gabungan kelompoktani (Gapoktan) dengan perhutanan sosial. Pemerintah sedang mengembangkan  5 sampai 10 pilot project perhutanan sosial.

Dia menyayangkan gapoktan belum memilki skala ekonomi yang memadai.  Selain itu gapoktan ini tidak punya badan hukum sehingga di unbankable sulit mengakses pembiayaan.

Setidaknya diperlukan, empat jenis pembiayaan untuk mengembangkan sektor pangan.

Pertama modal kerja untuk petani anggota koperasi. Modal kerja ini digunakan untuk membeli bibit mengolah lahan.

Kedua modal investasi dalam hal ini setiap koperasi harus memilkii pengolahan dari hasil produksinya.

Ketiga yaitu modal talangan modal talangan ketika petani menjual produk ke pasar, food station misalnya di Jakarta.

Keempat yaitu modal koperasi sebagai off taker dari produk petani.

“Nantinya koperasi yang akan membeli produk pertanian dan berhubungan langsung dengan pasar,” pungkasnya.

Exit mobile version