
Peluang News, Jakarta – Pemeriksaan Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto oleh Polda Metro Jaya dengan tuduhan penghasutan dan menyebarkan berita bohong hingga membuat kegaduhan dinilai salah alamat.
Menurut Hasto, wawancara dirinya di stasiun televisi nasional yang dilaporkan ke Polda Metro Jaya merupakan produk jurnalistik bukan tindak pidana.
“Kalau ada masalah terkait hal tersebut, seharusnya lebih dulu dilaporkan ke Dewan Pers bukan menjadi persoalan pidana,” ujar Hasto usai acara Pergelaran Wayang Memperingati Bulan Bung Karno 2024 di Jakarta, Sabtu (8/6/2024) malam.
Dia mengemukakan berbagai dalil yang membuktikan pernyataan Hasto menghasut di muka umum hingga adanya berita bohong yang menimbulkan kerugian di muka umum ataupun kerusuhan, tidak ada kaitannya dengan wawancara di televisi tersebut.
Dewan Pers, kata Hasto, ikut memperkuat argumentasi yang disampaikan oleh Tim Hukum PDI Perjuangan bahwa wawancaranya di stasiun televisi nasional merupakan bagian dari produk jurnalistik.
Karena itu, dia mengutarakan para pakar dan tokoh pro demokrasi menilai bahwa pelaporan tersebut merupakan kriminalisasi sebagai upaya membungkam kebebasan pers dan kebebasan bersuara yang merupakan amanat dari konstitusi dan termasuk hak asasi manusia (HAM).
Apalagi dirinya memiliki peran sebagai Sekjen PDIP, dengan berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ataupun UU Partai Politik bahwa partai politik memiliki kedaulatan dalam menjalankan komunikasi politik serta pendidikan politik.
“Masa kritik tidak boleh, kan apa yang kami sampaikan terkait persoalan pemilu,” kata dia
Meski begitu, lanjut Hasto, sebagai warga negara yang baik ia diajarkan untuk taat hukum dan percaya pada jalan yang benar serta proses hukum ataupun jalan supremasi hukum. Sehingga dirinya tetap datang memenuhi pemanggilan Polda Metro Jaya.
“Hukum kita adalah hukum NKRI, bukan hukum negara kolonial ya,” kata Hasto, menandaskan.
Pada 4 Juni lalu, Hasto dipanggil oleh Polda Metro Jaya dan diperiksa selama 2,5 jam. Dia dilaporkan oleh dua orang atas nama Hendra dan Bayu Setiawan pada 26 Maret 2024 dan 31 Maret 2024.
Hasto dilaporkan atas dugaan pelanggaran tiga pasal, yakni pasal 160 KUHP, pasal 28 UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE), serta Pasal 45A UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Sebelumnya, Hasto Kristiyanto mengaku heran dengan kasus yang menyeret namanya ke Polda Metro Jaya.
Pasalnya, wawancara tersebut merupakan fungsi partai dalam melakukan pendidikan politik dan komunikasi politik, termasuk menyuarakan hal-hal yang tidak benar. []