Ibukota Jakarta mempunyai sejarah koperasi yang cukup panjang, ketika kota ini masih bernama Batavia. Sejarah itu dimulai ketika Partai Nasional Indonesia menyelenggarakan sebuah kongres koperasi di Jakarta pada 1929, demikian menurut buku Kotapradja Djakarta Raja yang diterbitkan Kementerian Penerangan, 1953.
Selain itu Pemerintah Hindia Belanda juga membentuk Coorporatie Commissie berdasarkan gouvernementsbesluit tahun 1920 yang diketuai oleh Prof JH Boeke. Tokoh ini menyatakan, koperasi aalah alat yang bisa memperbaiki perekonomian rakyat. Pada 1930 Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Jawatan Koperasi yang diketuai Prof JH Boeke.
Boeke menginginkan dengan terbentuknya jawatan ini, memberikan dorongan kepada rakyat untuk bergerak di lapangan koperasi. Pada 1932 berdiri Centraal Corporatie Djakarta (CCD) yang diketuai Mohamad Satah. Anggotanya 34 koperasi beraneka ragam yang sudah berbadan hukum. Sayangnya beberapa tahun kemudian, animo rakyat berkurang berkoperasi. Mereka tidak puas terhadap hasil ketika mengikuti koperasi.
Penyebabnya waktu ialah kurang cakapnya pimpinan koperasi dan umumnya anggotanya kurang tahan uji dalam menghadapi kesukaran usahanya.
Pada masa Pendudukan Jepang, setelah sempat ditutup Kantor Pusat Jawatan Koperasi dan Perdagangan dibuka lagi pada 1 Mei 1942. Kantor itu diberi nama baru, yaitu Syomin Kumai Tyo Dyimusho. Selain kantor pusat, dibentuk juga kantor daerah Jakarta yang diberi nama Syomin Kumisi Sodansyo.
Jepang menerapkan aturan semua badan-badan pemerintahan dan kekuasaan hukum dan undang-undang dari pemerintah yang dahulu tetapi diakui sah sementara waktu, asal saja tidak bertentangan dengan aturan pemerintah militer.
Sayangnya,kemudian Pemerintah Bala Tentara Jepang mengadakan Undang-undang nomor 23, yaitu suatu peraturan tentang mendirikan perkumpulan dan mengadakan persidangan. Aturan ini menyebutkan, mereka yang mau mendirikan pekrumpulan termasukkoperasi harus minta izin terlebih dahulu pada shucokan.
Dengan aturan ini gerakan koperasi terhambat, karena untuk bersidang saja tidak diberi izin oleh kepala daerah. Sekalipun ada badan yang diizinkan Jepang dan bersemboyan perekonomian rakyat itu tidak lain dari pada suatu alat untuk mensentralisir atau memeprsatukan segala hasil dalam negeri untuk kepentingan miiliter.
Namun justru pada zaman Jepang berdirilah apa yang disebut Persatuan Warung Bangsa Indonesia (Perwabi) pada 3 April 1942 yang diketuai BR Motik. Dalam waktu dua bulan koperasi ini mampu mengaet sekitar seribu anggota warung yang tersebar di seluruh kota.
Dengan bantuan berapa tokoh nasional seperti Mr Assaat Datuk Mudo dan Mr Datuk Djamin koperasi ini mendapat perhatian dari Pemerintah Jepang. Pada perkembangannya Drs Mohammad Hatta, RS Suriatamadja, RM Margono Djojohaidkusumo, Mr Asaat masuk menjadi anggota. Perwabi hanya ditugaskan sebagai pengusaha barang-barang keperluan pemerintah.
Tidaklama sesudah Proklamasi Kemerdekaan sejumlah koperasi kembali pada hampir setiap kelurahaan di Jakarta. Fungsinya mirip pelampung air, yaitu hanya membagikan beras. Koperasi mendapatkan tugas itu dari Jawatan Ekonomi daro pemerintah kota yang mempunyai pusat pembagian makanan.
Bagian ini mempunyai 50 depot di seluruh kota dan dair jumlah itu sebanyak 6 depot untuk pembagian makanan lainnya. Depot ini melayani 3.172 warung pembagian beras yang tersebar di Jakarta. Sayangnya keadaan menjadi sulit karena pemasukan beras ke wilayah Jakarta terhambat.
Hal itu terjadi karena pemerintah di pedalaman belum menguasai seluruh penjualan bahan makanan pokok, para petani dan pedagang merasa lebih beruntung menjual bahan makana kepada pedagang liar. Hal ini mendorong rakyat di Jakarta membentuk koperasi. Gerakan ini dibantu oleh Jawatan Ekonomi dan Pusat Usaha Perdagang serta Pusat Usaha Koperasi untuk memasukan beras ke dalam kota.
Usaha ini hanya dapat bertahan beberapa waktu saja,karena adanya Food Control Board dari Sekutu yang umumnya hanya melayani penduduk yang tunduk kepada pihak Belanda, yaitu pegawai-pegawai Apwi dan warga asing.
Meskipun demikian hingga 1946 berdiri 122 koperasi yang mengusahakan keperluan hidup sehari-hari dengan dengan 107.737 anggota dan modal sudah terkumpul F2.500.000. Namun karena hambatan dari sekutu dan alat-alat koeprasi masih kurang mendapat keeprcayaan dari rakyat, maka gerakan ini menyurut.
Baru pada permulaan 1950 koperasi mulai tumbuh. Hanya saja dari 34 koperasi yang berdiri sebelum perang hanya enam yang bertahan. Hal ini disebbakan para pelaku koperasi didominasi orang-orang yang kurang sempurna pendidikannya. Para peminat koperasi datang dari desa-desa yang letaknya jauh dari Jakarta, termasuk dari Kepulauan Seribu.
Sampai akhir 1951 di seluruh Jakarta Raya termasuk Kepualauan Seribu terdapat enam buah koperasi sudah berbadan hukum, dua mempunyai badan pengawasan, 51 dalam pengamatan atau pemilikan dan 32 dalam persiapan pembentukan.
Pada 1952 jumlah koperasi bertambah menjadi 91 buah, terdiri dari 59 koperasi konsumsi, 27 koperasi produksi, 4 koperasi simpan pinjam dan sebuah pusat koperas. Jumlah anggota koperasi 11.350 orag. Sedangkan jumlah uang tendon Rp341.792,62, simpanan wajib Rp113.259,41 dan simpanan suka rela Rp32.339,74. Selain itu mereka mempunyai uang cadangan Rp169.108,85 dan lain-lain Rp1.114,41, sehingga jumlah uang yang ada Rp657.615,03.
Tahun berikutnya jumlah koperasi mencapai 119 buah, enam berbadan hukum. Dari jumlah itu 5 buah pusatkoperas, 16 koperasi produksi, 72 koperasi kredit,25 koperasi konsumsi dan sebuah koperasi lainnya. Jumlah anggota seluruhnya 11.295 orang terdiri 10.673 laki-kali dan 622 perempuan. Simpanan pokok mencapai Rp405.770, 70, simpanan wajib Rp230.651,05, simpanan sukarela Rp112.689,09, sementara uang lain-lain mencapai Rp6.894,21 dan kekayaan bersih Rp210.443,41.
Koperasi kredit sudah berfungsi menolong anggotanya dari cengkeraman lintah darat. Ada juga koperasi kopiah di Kebayoran yang mampu mengimpor bahan-bahan yang diperlukan sendiri dari luar negeri. Pemerintah Kota Jakarta juga memberikan kredit terhadap sejumlah koperasi, yaitu:
- Koperasi Koprah Panah Emas Rp750.000
- Koperasi Gabungan Pemotongan Hewan Rp437.000
- Koperasi Usaha Kita Rp48.000
- Koperasi Susu Indonesia Rp60.000
- Koperasi Pesrit Rp50.000
- Koperasi Usaha Pendidikan Umum (Kopku) Rp15.000.
Yang pelru dicatat pada wal 1950-an berdirinya 36 Koperasi pegawai Negeri do antaranya enam buah sudah berbadan hukum. Pada msa itu terbentuk juga Pusat Koperasi Pegawai Negeri. Dengan menajdi anggota koperasi para pegawai berupaya mempertahankan ekonomi rumah tangganya masing-masing.
Irvan Sjafari