hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Sebanyak 70 orang Meninggal dalam Bencana Sentani    .

Ilustrasi bencana Sentani-Foto: iNews.

JAYAPURA—Bencana Banjir Bandang  yang melanda sentani, Jayapura, Sabtu (17/3/2019) menyebabkan 70 orang meninggal dan 43 orang lain luka-luka. Demikian diungkapkan Kepala Penerangan Daerah Militer XVII Cenderawasih Kol Inf Muhamad Aidi.

Dia memprediksi jumlah korban masih akan terus bertambah. “Karena banyaknya warga yang melaporkan kehilangan kerabat mereka,” ujarnya, seperti dilansir Antara, Minggu (17/3).

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga mendata 4 ribuan warga mengungsi dan 350-an bangunan rusak. Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam konferensi pers di Gedung BNPB, Jakarta, Minggu (17/3/2019) menyatakan banjir yang menerjang Sentani dipicu dua faktor. Selain curah hujan ekstrem, banjir yang menelan puluhan korban jiwa itu akibat kerusakan parah kawasan hutan di Gunung Cycloop.

Menurutnya, pohon penyangga hujan di Gunung Cycloop telah berkurang drastis akibat pembalakan. Akibatnya, air tidak tertahan dan langsung menerjang permukiman warga.

“Para warga ini menebang pohon untuk kayu bakar dan pembukaan perkebunan liar, pembuatan perumahan,” kata Sutopo.

Dalam kesempatan terpisah  Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Berdasarkan laporan Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian DAS, daerah yang terdampak langsung dari musibah tersebut adalah Jayapura Utara dan Selatan, Abepura, Heram, Sentani dan sekitarnya. Setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan musibah tersebut.

Faktor yang pertama adalah curah hujan ekstrem membuat bendung alami jebol ketika tidak bisa menahan daya tampung yang diluar daya kapasitas.  Curah hujan ekstrem mengakibatkan adanya longsor karena proses alami di wilayah Timur Sentani dan membentuk bendung alami yang jebol ketika hujan ekstrem.

Faktor Lainnya menurut KLHK adalah terdapat penggunaan lahan permukiman dan pertanian lahan kering campur, pada  Daerah Tangkapan Air (DTA) banjir seluas 2.415 hektare.

“Berdasarkan peta kerawanan banjir limpasan, sebagian besar DTA banjir merupakan daerah dengan potensi limpasan tinggi dan ekstrem,” jelas  KLHK melalui akun media sosial resmi Twitter @KementerianLHK, Minggu (17/3/2019).

Lokasi titik banjir merupakan dataran aluvial dan dekat dengan lereng kaki, sehingga secara geomorfologis merupakan sistem lahan yang tergenang.

Beberapa langkah preventif  telah dilakukan seperti melakukan rehabilitasi hutan dan lahan tahun 2014-2016 seluas 710,7 hektare pada DTA banjir.

Untuk itu mendatang, solusi yang akan dilakukan adalah mengembalikan kawasan hutan sesuai dengan fungsinya. Kemudian melakukan peninjauan tata ruang berdasarkan pertimbangan pengurangan risiko bencana dan mengembangkan skema adaptasi di titik banjir.

 

pasang iklan di sini