BANDUNG—-Seperti orang hanyut di sungai kemudian dilempar tali berikut talinya, namun yang melemparkan tali tidak menyangkutkan dulu di batu atau di pohon dan kemudian menarik orang hanyut tersebut.
Demikian diungkapkan CEO Saung Angklung Udjo Taufik Hidayat Udjo menggambarkan banyaknya pihak yang memberikan perhatian ketika destinasi wisata yang jadi ikon Kota Bandung itu terancam tutup karena terdampak pandemi Covid-19.
Dia membenarkan sejak diberitakan akan ditutup, destinasi yang berlokasi di kawasan Padasuka, Bandung itu banyak pihak yang memberikan pernyatan mendukung, namun lebih banyak yang hanya “lips service” dan ada juga membeirkan bantuan biaya, maupun berupa proyek hingga saung itu bisa bertahan.
Ketika Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Kota Bandung turun dari level 4 ke level 3, memungkinkan dibukanya sejumlah tempat wisata tidak serta merta memulihkan dari segi jumlah penonton.
Walaupun begitu Taufik menyatakan ikut bersyukur termasuk salah satu dari 20 Tempat Wisata yang dilakukan uji coba pembukaan di Pulau Jawa.
“Segmentasi Saung Anglung Udjo adalah keluarga, anak sekolah hingga turis asing. Peraturan tanpa vaksinasi dan anak di bawah umur 12 tahun tidak boleh masuk menjadi kendala. Selain itu para pemain angklung juga ada yang masih anak-anak,” ujar Taufik ketika dihubungi Peluang, Selasa (14/9/21).
Sementara untuk wisatawan asing juga masih jauh dari harapan. Walaupun bisa datang dan sudah divaksin belum tentu wisatawan itu punya aplikasi Peduli Lindungan. Begitu juga dengan anak sekolah.
Hingga untuk kembali melihat pertunjukkan Saung Udjo setiap hari, di mana pada akhir acara anak-anak mengajak tamu untuk ikut menari seperti sebelum pandemi masih menjadi impian. Akibatnya penonton sepi dan pertunjukkan hanya berdasarkan pesanan atau booking.
Taufik mengharapkan pihak terkait seperti Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ikut mengajak duduk bersama dan memberikan solusi.
“Misalnya kami diberikan proyek seperti promosi lagu melalui angklung. Kami tidak ingin seperti orang yang mengetuk pintu dan mengajukan proposal,” tambahnya.
Taufik juga mengatakan keberadaan Saung Anglung Udjo mendukung ekosistem angklung di Jawa Barat, paling tidak sekitar Bandung. Para petani bambu bisa mendapatkan nafkah dengan pembuatan angklung.
“Sebelum pandemi kami pernah membuat 10 ribu angklung per bulan dan ada yang diekspor ke Korea Selatan. Dengan menyurutnya Saung Angklung Udjo, maka hutan bambu bisa beralih fungsi ke tempat komersial atau perumahan dan petani kehilangan pekerjaan,” pungkasnya (Irvan).