
PeluangNews, Jakarta – Kasus beras oplosan dan yang tak sesuai takaran masuk ke ranah hukum. Setelah Presiden Prabowo Subianto meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung St Burhanudin mengusut tuntas kasus tersebut upaya hukum pun dilakukan.
Praktik curang beras oplosan dan tak sesuai takaran itu telah merugikan masyarakat hampir Rp100 triliun per tahun.
Satgas Pangan Polri kini menaikkan status pengusutan kasus beras yang tidak sesuai mutu standar pada klaim kemasan atau beras oplosan ke tahap penyidikan.
“Telah ditemukan dugaan peristiwa pidana. Untuk itu, status penyelidikan kita tingkatkan ke penyidikan,” ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) sekaligus Kepala Satgas Pangan Polri, Brigjen Helfi Assegaf saat konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Kamis (24/7/2025).
Dari penyelidikan itu, dugaan sementara sejumlah produsen telah memproduksi dan menjual beras tidak sesuai dengan standar mutu yang ditampilkan dalam kemasan.
Sejauh ini sudah ada beberapa produsen yang diperiksa oleh Satgas Pangan Polri. Beberapa jenis beras yang diduga tidak sesuai standar mutu ini juga telah diperiksa dalam laboratorium.
Satgas Pangan Polri untuk sementara sudah menemukan tiga produsen dan lima merek beras yang menjual produk tidak sesuai mutu di kemasan. Beberapa produsen ini adalah PT PIM dengan merek Sania, PT FS dengan merek Ramos Merah, Ramos Biru, dan Ramos Pulen.
Kemudian, Toko SY dengan Merek Jelita dan Anak Kembar. Beras yang ditemukan tidak sesuai mutu merupakan beras kemasan premium dan medium untuk ukuran 2,5 kg dan 5 kg.
Saat konferensi pers itu, sejumlah karung beras dari beberapa merek ditampilkan oleh penyidik. Merek-merek yang ditampilkan antara lain: Sania, Sovia, Fortune, Jelita, Setra Wangi, Resik, Alfamart Sentra Pulen, dan Sentra Ramos.
Seluruh kemasan beras ukuran 5 kg ini terpampang keterangan “beras premium”.
Sebelum ini, Prabowo menegaskan, praktik mengoplos beras merupakan bentuk penipuan dan pidana yang harus ditindak aparat penegak hukum.
“Saya minta Jaksa Agung sama Kapolri usut dan tindak. Ini pidana,” tegas Prabowo saat meluncurkan Koperasi Desa Merah Putih di Klaten, Jawa Tengah, dikutip dari tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Senin (21/7/2025).
Berdasarkan laporan yang diterima Prabowo, praktik curang beras oplosan telah merugikan masyarakat hampir Rp 100 triliun setiap tahunnya.
Pemerintah sudah setengah mati mencari uang dengan mengoptimalkan pemasukan dari pajak dan bea cukai.
Namun di sisi lain, justru ada oknum yang meraih keuntungan lewat praktik yang merugikan masyarakat.
“Saya tidak terima. Saya disumpah di depan rakyat, untuk memegang teguh UUD 1945 dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan yang berlaku. Saya perintahkan Kapolri dan Jaksa Agung usut, tindak,” ujar Prabowo.
Kasus ini berawal dari Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman yang mengungkapkan, beras oplosan beredar bahkan sampai di rak supermarket dan minimarket, dikemas seolah-olah premium, tapi kualitas dan kuantitasnya menipu.
Temuan tersebut merupakan hasil investigasi Kementerian Pertanian bersama Satgas Pangan yang menunjukkan 212 merek beras terbukti tidak memenuhi standar mutu, mulai dari berat kemasan, komposisi, hingga label mutu.
Beberapa merek tercatat menawarkan kemasan “5 kilogram (kg)” padahal isinya hanya 4,5 kg. Selain itu, banyak di antaranya mengklaim beras premium, padahal sebenarnya berkualitas biasa.
“Contoh ada volume yang mengatakan 5 kg padahal 4,5 kg. Kemudian ada yang 86% mengatakan bahwa ini premium, padahal itu adalah beras biasa. Artinya apa? Satu kilo bisa selisih Rp2.000 sampai Rp3.000 per kg,” ujar Arman.
Dia menambahkan, kecurangan itu merugikan masyarakat Indonesia kurang lebih Rp 99 triliun, hampir Rp100 triliun setiap tahun.
“Katakanlah 10 tahun atau lima tahun, kalau 10 tahun kan Rp1.000 triliun, kalau lima tahun kan Rp 500 triliun, ini kerugian,” ucap Amran. []