SUMEDANG—–Sumedang sebetulnya bukan kondang dengan kota tahu atau ubi cilembu, tetapi mempunyai banyak potensi seperti industri kreatif. Di antara industri kreatif yang bisa dikembangkan ialah batik Sumedang, yang kini mulai diminati pecinta batik.
Batik Sumedang juga disebut dengan Kasumedangan dan memiliki pola ceplokan. Beberapa perajin memiliki kreasi motif sendiri dan terkadang menamai batiknya sesuai dengan tempat maupun kondisi saat itu.
Untuk melestarikan keberadaan batik Sumedang, dari kalangan masyarakat sudah bermunculan berbagai upaya. Di antaranya pendirian Sanggar Umimay pada Oktober 2011 oleh Andri Sofyan Permana, Hj May Djuaryah, Dedi dan Enok.
“Kami memilih bentuk sanggar karena nantinya tidak hanya menjual produk batik saja, kita bisa mengadakanpelatihan, dan pembinaan dalam bentuk keahlian membatik dan kerajinan yang berkaitan dengan batik,” ujar Andri ketika dihubungi Peluang, Rabu malam (11/9/19).
Menurut Andri, usaha ini awalnya bermodal Rp10 jutaan. Pemasaran pertama juga dilakukan ke keluarga besar atau ke yayasan-yayasan. Untuk produksi pertama hanya kain batik cap, sebelum akhirnya fokus ke batik tulis dengan motif khas Priangan atau Sunda, termasuk Sumedang,
“Selain itu Umimay mencoba produk fashion serta produk handmade berbasis kain batik. Hanya saja tidak terlalu memberikan profit yang signifikan karena mungkin kurang bersaing dari segi harga,” ujar Andri.
Dia mengakui hingga saat ini perkembangan bisnis masih biasa saja. Rekor omzet tertinggi yang pernah diraup hanya Rp25 juta dan rata-rata omzet per tahun untuk dua tahun terakhir sekitar Rp100 juta.
“Kami memasarkan secara offline dan online. Produk kami hanya sekali diterima di luar negeri, yaitu Malaysia,” ucap Andri (Irvan Sjafari).