octa vaganza

Sahala Panggabean Minta Pemerintah Lindungi Usaha Koperasi

KSP Nasari memantapkan pangsa pasarnya dengan tetap fokus melayani pembiayaan para pensiunan di lingkungan pemerintah. Masalahnya, ceruk pasar khusus itu mulai ramai dengan masuknya pebinis kelas kakap terutama perbankan nasional.       

20 tahun berkiprah di jalur bisnis pelayanan terhadap pensiunan pegawai negeri sipil, TNI dan Polri, bukan perjalanan yang singkat bagi KSP Nasari. Segmen pasar spesfik itu juga tidak banyak dimasuki pelaku usaha sejenis, sehingga di rentang dua dasa warsa bendera bisnis KSP Nasari berkibar kencang dengan pencapaian aset lebih dari setengah trilunan rupiah. Anggota dilayani terus bertambah hingga mencapai 24.986 orang sedangkan calon anggota tercatat sebanyak 190.133 orang.

Masalahnya, ceruk pasar menguntungkan itu belakangan kian banyak dimasuki para ‘pendatang baru’. Tidak tanggung- tanggung yang ikut mengintip gurihnya bisnis pembiayaan untuk pensiunan PNS, TNI dan Polri itu, justru para pebisnis besar sektor perbankan. Karuan saja, Ketua KSP Nasari Sahala Panggabean menuding ada ketidak beresan di sektor pembinaan terhadap usaha koperasi. “Terhadap sektor usaha yang sudah berhasil dijalankan dengan baik oleh koperasi tidak boleh dimasuki oleh pelaku bisnis lainnya. Itu amanah UU Koperasi No 25 Tahun 1992. Pemerintah harusnya menolak pelaku usaha besar merambah segmen usaha koperasi, sebagaimana di Negara-negara maju Amerika, Jepang dan Eropa Koperasi dilindungi atau diproteksi UU Koperasi di Negara tersebut, maka seharusnya UU No. 25 tsb ditindaklanjuti dengan PP atau Kepmen ” ujarnya. Sahala mengemukakan hal itu dalam Rapat Anggota Tahunan KSP Nasari akhir April lalu di Semarang Jawa Tengah. RAT ke 20 itu dibuka oleh Deputi Pengawasan Kementerian Koperasi dan UKM, Suparno.

Imbauan agar pemerintah berikan komitmen serius terhadap koperasi sudah acapkali ditegaskan Sahala yang juga Ketua Umum Asosiasi Koperasi Simpan Pinjam Indonesia (ASKOPINDO).“Hingga kini saja pemerintah belum mengetuk RUU Koperasi menjadi Undang-Undang, padahal sangat ditunggu warga koperasi agar ada kepastian berusaha,” ujarnya.  Lemahnyan pemihakkan itu, lanjut Sahala, sangat kentara pada segmen usaha yang digelutinya, yaitu pengelolaan dana Simpan pinjam khusus untuk pensiunan PNS, Polri dan TNI.

Sejak berdiri pada 31 Agustus 1998 bersamaan dengan meletupnya reformasi dan krisis ekonomi, KSP Nasari sudah mengkhususkan anggotanya dari kalangan pensiunan PNS, Polri dan TNI. Kelompok ini dinilai paling rawan terimbas krisis ekonomi sehingga Sahala melirik peluang tersebut dengan mendirikan koperasi.

“Sejak mulai beroperasi, secara kumulatif anggota yang sudah kami layani 215.119 orang saja. Jika dibandingkan dengan total Pensiunan PNS, Polri dan TNI per 2018 sejumlah 4.121.128 orang, maka maka yang dilayani KSP Nasari hanya 5,2%,” tutur Sahala. Dia tambahkan, dalam periode yang sama, total pinjaman yang sudah disalurkan KSP Nasari  sebesar Rp 525, 9 miliar atau rerata menerima pinjaman sebesar Rp 2,5 juta per orang.

Porsi besar pelayanan terhadap pensiunan justru diambil perbankan nasional dan bahkan bank asing yang mampu membuka cabang usaha hingga kabupaten dan kota.

“Ini tidak fair, bank-bank besar itu harusnya biayai usaha yang besar saja, seperti infrastruktur maupun ekspor import,  janganlah yang kecil- kecil juga mau diambil,” pungkas Sahala seraya meminta pemerintah harus membenahi kavling usaha perkoperasian dengan segera mempercepat lahirnya UU Koperasi baru. (Irsyad Muchtar).

Exit mobile version