PADA 24 April lalu, sebanyak sepuluh Koperasi Besar di bilangan Jabodetabek berkunjung ke Belanda. Terdiri dari KSP Sejahtera Bersama Bogor; Kopsyah BMI Tangerang; KSP Nusantara Jakarta; KSP Makmur Mandiri Bekasi; Koperasi Pegawai Pemda DKI; Koperasi Karyawan Hutan Jakarta; Kopkar Bukopin Jakarta; PKPRI Jakarta; Kopkar Bukopin Selindo Jakarta dan Koperasi Pegawai Kementerian Agama (KOPKA) Jakarta.
Selain untuk melihat perkembangan perkoperasian di Benua Biru itu, rombongan sebanyak 46 orang ini juga berkunjung ke Kedutaan Besar RI di Belanda dan mendapat kehormatan beramah tamah dengan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) RI untuk Kerajaan Belanda, H.E. I Gusti Agung Wesaka Puja, di Den Haag.
De Ambasador yang mulai bertugas sejak Januari 2016 ini menyambut rombongan dengan hangat dan ramah, walaupun jadwal audiensi molor hampir dua jam. Apresiasi terhadap koperasi pun ditunjukkan oleh diplomat karier di Kementerian Luar Negeri ini. Menurut dia, para pegiat koperasi di Indonesia perlu mempelajari perkembangan koperasi di Eropa yang memang lebih maju dan modern. Kemajuan koperasi di Eropa merata di berbagai negara, seperti Prancis, Jerman, Swiss, Swedia, Denmark dan juga Belanda.
Sebagai contoh, Dubes kelahiran Bali 11 Januari 1962 ini menyebut Koperasi Bunga Royal Flora Holland yang mampu mengontrol perdagangan bunga di seantero Negeri Kincir Angin itu. Belanda juga dikenal dengan bank koperasinya yaitu Rabobank dan koperasi susu, Royal Campina, yang sudah sangat familiar di Indonesia.
Saat berbincang dengan Pemimpin Redaksi Majalah PELUANG, Irsyad Muchtar, di kantornya nan asri di Denhaag, sarjana tamatan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (1985) dan Master of Arts dari Horace H. Rackham School of Graduate Studies, University of Michigan, Ann Arbor, Amerika Serikat (1991) ini optimis perkoperasian di Indonesia bakal mampu berbicara di kancah dunia. Karena saat ini cukup banyak koperasi yang mampu mencetak aset dan turn over hingga triliunan rupiah. Berikut petikannya:
Sejak bertugas sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Kerajaan Belanda pada Januari 2016, bagaimana Anda menilai relationship antara kedua negara, terutama sektor perdagangan?
Yang saya amati, Belanda merupakan negara di kawasan Eropa yang mampu bertahan dan keluar dengan aman dari krisis ekonomi tahun 2008. Dari sejumlah negara Eropa, khususnya Eropa Barat, pertumbuhan paling bagus adalah Belanda. Tahun 2017 perekonomiannya surplus 3,2%. Fondasi ekonominya yang kuat ditandai dengan surplus anggaran sekitar €2,9 miliar pada 2016, setelah mengalami defisit selama 7 tahun sebelumnya. Karena itu, dalam konteks hubungan bilateral dengan Indonesia, saat ini Belanda salah satu investor utama. Bahkan untuk negara Eropa, Belanda merupakan investor induk nomor satu. Artinya, potensi Belanda untuk membantu Indonesia itu tinggi sekali. Ini baru satu aspek investasi.
Volume perdagangan Indonesia-Belanda relatif besar, sekitar US$4 miliar. Indonesia mengalami surplus jika dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Cina dan Jepang. Dengan Cina dan Jepang, Indonesia mengalami devisit. Saat ini, sekitar 35% ekspor Indonesia ke Belanda adalah kelapa sawit. Namun, sejumlah negara Eropa merencanakan untuk memboikot ekspor sawit Indonesia karena petani di negara kita dituduh merusak lingkungan.
Kapan boikot itu akan mereka jatuhkan dan upaya apa saja yang kini tengah dilakukan pemerintah agar ancaman itu bisa dihindarkan?
Ancaman boikot itu direncanakan pada tahun 2021. Jika ini disetujui, akan jadi ancaman serius bagi Indonesia karena tidak bisa lagi ekspor kelapa sawit ke Belanda untuk biodesel. Selain itu, ekspor Indonesia tidak saja akan jauh berkurang, juga bakal kalah bersaing dengan Belanda karena mereka mengekspor alat-alat kesehatan dan produk hi-tech dimana kita sulit bersaing.
Di balik ancaman itu, yang sebenarnya terjadi adalah persaingan ekonomi. Belakangan ini, para petani Belanda mengeluh karena minyak dari bunga matahari kalah bersaing dengan kelapa sawit. Kita terus berjuang dengan mengimbau sejumlah negara Eropa agar menolak adanya resolusi tersebut.
Bagaimana dengan peranan dan keberadaan koperasi di Belanda?
Koperasi di Belanda dikenal dengan Dutch Coop yang dapat digolongkan sebagai badan hukum dengan kewajiban terbatas bagi anggotanya, sehingga bentuknya serupa dengan perusahaan Belanda dengan Limited Liability lainnya, seperti BV (Private Limited Company) atau NV (public limited company). Dutch Coop bisa disebut sebagai asosiasi (vereniging) dimana badan ini tidak memiliki pemegang saham, namun memiliki anggota dengan minimal jumlah anggota dua orang. Sedangkan pembentukan badan usahanya didaftarkan pada empat institusi penting yaitu: Notaris, Dutch Chamber of Commerce, Tax Authorities dan Sosial Securitry Office.
Jika di Indonesia koperasi belum dilirik sebagai badan usaha, bagaimana di Belanda?
Di Belanda, koperasi umumnya dipilih para pengusaha karena fleksibilitasnya. Misalnya, tidak ada syarat modal minimum pada saat dibentuk. Dan dalam kondisi tertentu, distribusi deviden kepada anggota pada prinsipnya tidak dikenakan pajak. Meskipun demikian, sejak 1 Januari 2012, sejumlah pembatasan berlaku, dimana koperasi dikenakan 15% dividend with holding tax jika terdapat indikasi penyimpangan saham di tubuh koperasi dengan tujuan menghindari pajak.
Apa bisa dikatakan koperasi di Belanda sudah menjadi tulang punggung perekonomian rakyat?
Sejatinya memang seperti itu. Koperasi sudah berkembang pesat sejak tahun 1895 hingga 1920. Koperasi terbentuk hampir di semua desa besar, dan meliputi bidang-bidang seperti asuransi, pertanian, peternakan, kredit pedesaan dan pertukaran pengetahuan pertanian. Koperasi membantu anggotanya (yang mulai menghasilkan produksi untuk pasar internasional) dengan berbagai keuntungan ekonomi dan sekaligus melindungi mereka dari kondisi pasar. Dutch Coop belakangan berkembang ke berbagai sektor usaha, namun keberhasilan di bidang pertanian merupakan kombinasi dari lima sektor, yaitu legislasi yang mendukung; mampu menjaga efektivitas terhadap anggota melalui berbagai inovasi; heteroginitas keanggotaan dibatasi meskipun terdapat kecenderungan pertumbuhan internasionalisasi koperasi pertanian; bersifat pragmatis dalam membentuk dan mengubah struktur koperasi; dan kelima, koperasi memilih strategi-strategi yang eksplisit untuk mempertahankan posisi mereka pada rantai makanan.
Koperasi di Indonesia dominan bergumul di sektor keuangan dengan menjamurnya usaha simpan pinjam, bagaimana tren di Belanda?
Seperti halnya negara-negara Eropa lainnya, koperasi Belanda berkembang semakin kuat di sektor ekspor. Koperasi memainkan peranan penting pada transformasi pertanian semi-subsisten menjadi pertanian komersial melalui penyediaan input-input pertanian, kredit serta mengorganisir penjualan dan pemrosesan produk-produk pertanian. Dengan maraknya UMKM industri kreatif di Belanda, kerja sama dalam bentuk koperasi banyak dimanfaatkan oleh startup.
Apa saran Anda untuk kemajuan koperasi di Indonesia?
Harus sudah berbenah menghadapi persaingan global yang makin ketat. Artinya, koperasi kita sudah harus menengok peluang-peluang ekspor. Belanda bisa jadi negara tujuan ekspor yang sangat potensial untuk produk makanan. Sebab, potensinya sangat besar. Saat ini sedikitnya ada 400 restoran Indonesia dengan menu khusus masakan Indonesia, selain itu ada 2000-an restoran milik orang Indonesia dengan menu campur-campur.
Ini artinya, di Belanda ada potensinya paling tidak potensi bumbu-bumbu dan kerupuk. Apalagi untuk sambel yang banyak dibuat di Belanda. Saya melihat peluangnya terbuka, dan bisa dimulai dengan langkah kecil dulu. Misalnya ekspor panganan cemilan, garmen, dompet atau tas serta produk sederhana lainnya, tapi harus dengan kemasan yang menarik. Pasarnya juga sangat menjanjikan karena terdapat 1,7 juta diaspora Indonesia di Belanda. Belum lagi jumlah turis Belanda yang mengunjungi Indonesia kini sudah lebih dari 200.000 orang Dari langkah kecil ini kita harapkan dapat menjadi besar dan siapa tahu bisa mengganti jika produk sawit Indonesia diboikot. (Irsyad Muchtar)