octa vaganza
Wisata  

Saat-saat Awan Citorek di Bawah Telapak Kaki

Viral. Diserbu pengunjung. Mobil-motor sampai mampet total hingga 7 kilometer. Negeri di Atas Awan di Citorek Kidul, Lebak, Banten, jadi destinasi alam yang lagi naik daun. Belum setahun dirintis. Berbagai fasilitasnya masih ala kadar. Baru mau dilengkapi.

AGAK sulit menjelaskan kenapa masyarakat begitu sekonyong-konyong dan berbondong-bondong hadir di Citorek. Di sebuah desa yang kini berkibar dengan sebutan  Negeri di Atas Awan (NDA). Itu bukan kiasan. Fakta. Betulan kok. Ketika antum berdiri di spot yang pas di sono, selama tiga jam (pukul 05:00-08:00 WIB), posisi awan berada persis di bawah telapak kaki. Anda seakan tengah meninjaknya dan ngambang. Latar belakang yang bagus untuk swafoto, wefie, dan nge-vlog.

Bersafari ke sana praktis itulah tujuan utamanya. Sebuah sensasi yang agak beda dibanding ‘ngambang’ di awan ketika ngintip dari jendela pesawat. Meski begitu, pemandangan jelang sampai ke spot utama pun tak kalah menyegarkan mata batin. Kudu bersengaja nginap di sana, entah pakai tenda entah sewa homestay, agar utuh menyaksikan gumpalan awan selama 180-an menit pasca-Subuh. Selepas itu, awan menghilang, berganti view sawah dan perkampungan biasa. Atau, anda boleh jadi naas tatkala pagi hari hadlir di sana pas turun hujan. Dalam kondisi begini NDA tak berawan.

Negeri di Atas Awan Gunung Luhur  terletak di Desa Citorek Kidul, Kecamatan Cibeber. Desa tersebut masuk di dalam Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Pesona yang ditawarkan destinasi itu yakni panorama hamparan awan yang dapat dilihat dari atas gunung, dari jarak begitu dekat. Meski ketinggian Gunung Luhur hanya 901 meter dpl, istilahnya tetap gunung.

Destinasi unik itu ‘ditemukan’ oleh pekerja saat memperbaiki jalan provinsi yang menghubungkan Lebak utara dan selatan, September 2018. Seseorang bikin videonya, lalu nge-share-nya.Viral di media sosial dengan cepat, peminat pun berdatangan. Merekalah yang menyematkan nama Gunung Luhur sebagai Negeri Di Atas Awan. Bukannya indigenous people. Mulanya warga di telapak Gunung Luhur  yang penasaran lalu naik ke atas. Lama kelamaan lokasi itu sontak masyhur dan jadi favorit publik. Alhasil, jalan ala kadar yang ke NDA didominasi para pemotor.

Sejak viral di sosmed, plus liputan beberapa saluran televisi, jumlah pengunjung mencapai ribuan orang setiap akhir pekan. Peningkatan wislok mulai terjadi sejak Juni atau setelah Lebaran Idul Fitri. Pada pekan kedua Juni, tercatat 3.248 orang mendatangi NDA/Gunung Luhur. Sejak Juni kemarin itu, rata-rata pengunjung lebih dari 10 ribu orang setiap bulannya.

Dampak positif nyata bagi masyarakat setempat adalah perekonomian lokal menggeliat. Mereka ramai-ramai menawarkan barang dan jasa. Puluhan keluarga sontak terlibat dalam kegiatan  mikro dan kecil; ya berdagang, ya juga menyediakan akomodasi berupa tenda dan penginapan, mulai dari Cipanas hingga Citorek Kidul. “Mereka janda-janda tua tak punya mata pencaharian. Itu yang kita utamakan. Alhamdulillah kita mulai merasakan peningkatan ekonomi,” kata Kepala Desa Citorek Kidul, Narta atau Jaro Atok.

Puncaknya keramaian wisatawan terjadi setelah NDA ‘ditemukan’. Yakni pasca Lebaran Idul Fitri 2019 kemarin, yang terus berlanjut hingga pekan-pekan terakhir. Ledakan pengunjung menghasilkan macet parah dan stagnasi sepanjang 7 kilometer. Berjam-jam waktu terbuang di sana, hingga crowded itu usai secara perlahan. Akhir pekan medio September, tak kurang dari 30.000 orang tumplek blek, merayap seperi konvoi semut di jalanan tanah dan berdebu Gunung Luhur.

“Warga kami sangat bersyukur kebagian memperoleh rezeki,” kata Atok. Penghasilan mereka diperkirakan bisa melampaui UMK Kabupaten Lebak. Terlebih jika di akhir pekan ramai pengunjung. Diketahui, Upah Minumum Kabupaten (UMK) Lebak 2019 adalah Rp2.498.068. Padahal, kata Jaro Atok, mata pencaharian warga sebelumnya rata-rata adalah petani dan gurandil alias penambang emas di lahan sisa peninggalan PT Antam dengan penghasilan tidak menentu.

Bagi warga Jakarta dan Jabar, di samping tuan rumah Banten, NDA menjanjikan sebuah pilihan bersantai ria nan murah meriah. Dari Stasiun Tenabang, misalnya, naik KRL cukup dengan ongkos Rp5.000 anda sudah sampai di Rangkasbitung. Untuk bepergian ke sana, sebaiknya antum bersekutu dalam format rombongan, atau sebutlah itu paket wisata keluarga karena mau tak mau di sana harus menginap.

Kapan waktu terbaik ke Citorek? Kapan saja, asalkan pada waktu pagi hari di Gubung Luhur (silakan berdoa) tidak turun hujan. Hal yang juga penting dipastikan: informasi bahwa jalanan ke lokasi tidak sedang kebetot macet. Akan sangat nyaman jika berkunjung ke sana setelah berbagai fasilitas pendukung tersedia. Terutama, setelah jalanan teraspal dengan baik. Jauh lebih bijaksana jika anda berangkat bukan sekarang-sekarang ini. Tundalah sedikit, seperti imbauan Gubernur Banten, Wahidin Halim.

Gubernur menyarankan peminat menunda rencana kunjungan ke NDA hingga tiga bulan ke depan, “Hingga pengerjaan jalan selesai dan fasilitas lengkap. Kami minta agar masyarakat berpikir ulang untuk datang hingga tiga-empat bulanlah. Saya tidak katakan ditutup. Silakan saja datang. Saya cuma mengimbau jangan sekarang,” kata dia. Soalnya, mulai Rabu (25/9), terutama Sabtu dan Minggu atau akhir pekan, akses jalan ke lokasi ditutup.

Selama masa moratorium 3-4 bulan itu, pihak Pemprov bersama Pemda dan masyarakat setempat akan menata kawasan obyek wisata Gunung Luhur. Antara lain, tempat ibadah, penambahan toilet, tempat parkir, hingga ke spot utama untuk melihat hamparan awan. Wahidin memastikan, tidak ada rencana menutup obyek wisata fenomenal di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Dia hanya hanya minta pengunjung dikurangi. 
             Jika tak ada aral melintang, Gunung Luhur dalam waktu dekat akan memiliki masjid seperti Masjid Atta’awun di kawasan Puncak, Jawa Barat. Negero di Atas Angin butuh masjid. “Kita sepakat akan membangun masjid seperti Atta’awun di puncak Gunung Luhur. Minggu depan (akhir September) mulai peletakan batu pertama. Akan sangat indah jika berkumandang suara azan di puncak gunung itu,” kata Wahidin Halim. Insyaa Allah.●(dd)

Exit mobile version