
PeluangNews, Jakarta – Penyelenggaraan ibadah haji di Tanah Air terus dilakukan perbaikan, dengan harapan ke depannya semakin baik.
Upaya perbaikan tersebut diwujudkan pemerintah dan DPR RI dengan dilakukannya revisi UU No. 8/2019.
Setelah DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Haji hasil revisi UU No. 8/2019, “Harapannya jelas hanya satu, pelaksanaan haji semakin lebih baik lagi,” kata Mensesneg Prasetyo Hadi, di sela-sela mengikuti Merdeka Run 8.0 K di Jakarta, Minggu (24/8/2025).
Sebelumnya diberitakan, RUU Haji akan disahkan DPR RI pada Selasa (26/8/2025). Perlu diketahui, Komisi VIII DPR RI, beberapa hari terakhir ini membahas RUU Haji.
Diharapkan, RUU itu dapat disetujui dan disahkan dalam Sidang Paripurna di Kompleks MPR, DPR, DPD RI, Jakarta, Selasa (26/8) minggu depan.
Mensesneg tidak mengatakan lebih lanjut mengenai detail RUU Haji, hanya menuturkan singkat, “Sedang dimatangkan di DPR”.
Pada Sabtu (23/8/2025), Komisi VIII DPR RI menggelar rapat bersama DPD RI di Jakarta, untuk mendengarkan pertimbangan terkait RUU tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Rapat yang terbuka untuk umum itu berlangsung selama kurang lebih 20 menit. Selepas itu, Komisi VIII DPR RI kembali menggelar rapat tertutup bersama panitia kerja dari pemerintah untuk membahas daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Haji dan Umrah. Pembahasan DIM antara DPR dan pemerintah berlangsung hingga hari ini (24/8/2025).
Dalam rapat-rapat yang digelar oleh DPR RI, DPD dan pemerintah, beberapa poin penting RUU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, di antaranya mencakup perubahan nomenklatur Badan Penyelenggara (BP) Haji menjadi kementerian, dan perubahan penyebutan Kepala BP Haji menjadi menteri.
Selain itu, rapat-rapat itu juga membahas aturan yang memperbolehkan petugas haji tidak harus beragama Islam. Ketentuan itu ditujukan kepada petugas embarkasi di daerah-daerah di Indonesia yang mayoritas warganya bukan muslim. Ketentuan itu tidak berlaku untuk panitia penyelenggara ibadah haji (PPIH) di Arab Saudi.
Sementara itu, terkait kuota haji setingkat kabupaten/kota ditetapkan oleh menteri. Aturan sebelumnya menyebut kuota di tingkat kabupaten/kota ditetapkan oleh gubernur. []