
Peluang News, Jakarta – Rupiah berpeluang melemah di tengah dinamika pasar keuangan yang akan diwarnai dengan berbagai peristiwa penting, mulai dari pertemuan anggota penentu kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (The Fed) dan rilis data tenaga kerja di luar sektor pertanian (Nonfarm Payroll), serta survey data index pembelanjaan konsumen AS terhadap sektor industri dan jasa (PMI).
Pergerakan dolar AS akan menjadi fokus utama, dengan potensi penguatan dipicu oleh ekspektasi kebijakan strong dolar dari bank sentral AS dan jelang data tenaga kerja diluar sektor pertanian yang solid.
- Pertemuan FOMC Kamis (02/5): Keputusan kebijakan suku bunga Bank Sentral AS akan menjadi penentu utama arah dolar AS. Jika bank sentral AS berpegang pada kebijakan mata uang kuat (hawkish) dan menunda rencana penurunan suku bunga, dolar AS berpeluang menguat.
- Data Nonfarm Payroll AS Jumat (03/5): Laporan NFP yang kuat, dengan pertumbuhan pekerjaan dan kenaikan upah yang moderat, dapat memperkuat ekspektasi kebijakan strong dolar dari bank sentral.
- PMI Manufaktur dan Non-Manufaktur ISM Rabu (01/5): Data PMI ISM dapat memberikan indikasi tentang aktivitas manufaktur dan jasa AS. Angka yang kuat dapat mendukung dolar AS.
Ekspektasi Kebijakan Strong Dolar: Setelah serangkaian data inflasi dan ketenagakerjaan yang lebih tinggi dari perkiraan, ekspektasi pasar terhadap Bank Sentral AS beralih dari penurunan suku bunga di bulan Juni ke September. Pidato konferensi pers Ketua Bank Sentral AS Jerome Powell akan dipantau secara teliti untuk menjadi petunjuk atas sikap Bank Sentral AS terhadap kebijakan moneternya.
Pasar Tenaga Kerja AS: Laporan NFP yang solid, dengan pertumbuhan pekerjaan 210 ribu dan tingkat pengangguran stabil di 3,8%, dapat mendukung dolar AS. Kenaikan upah yang moderat di atas 4,0% akan menjadi indikator penting.
Dolar AS berpeluang menguat di tengah ekspektasi penerapan kebijakan strong dolar dan laporan data NFP yang solid.
Rupiah Diperkirakan Melemah Terbatas
Prospek pergerakan rupiah diperkirakan akan melemah merespon menguatnya mata uang dolar. Beberapa instrument kebijakan moneter akan digunakan oleh bank Indonesia guna mengendalikan nilai tukar rupiah agar tidak melemah lebih jauh.
Pada pekan lalu Bank Indonesia telah menaikan suku bunga acuan 0.25% dari 6.0% menjadi 6.25% guna membendung dampak penguatan dolar terhadap melemahnya nilai rupiah.
Dinaikannya tingkat suku bunga saat ini menjadi pilihan utama guna mengendalikan nilai tukar. Dan bila dolar masih akan menguat, maka bank sentral tidak segan-segan untuk menaikan suku bunganya kembali 0.25% kendati dihadapkan pada risiko melambatnya pertumbuhan ekonomi .
Saat ini kami melihat melemahnya rupiah terbatas di level Resistance Rp 16.320 hingga Rp 16.600 per dolar, searah dengan pola Trend Channel yang terbentuk. Bank Indonensia dapat menaikan suku bunga lagi bila penguatan dolar berlanjut. Sementara penguatannya menguji level support Rp 16.245 hingga Rp 15.975 per dolar.
Terhambatnya penguatan rupiah disinyalir karena kebijakan dolar yang masih terus kuat. kendati bank sentral AS tidak menaikan suku bunga lagi, namun aktivitas lelang obligasi AS setiap minggunya yang mengalami kenaikan nilai imbal hasil menguatkan dolar dan melemahkan rupiah. (RDT/www.octa.co.id)
Disclaimer : Perdagangan berjangka komoditi memiliki potensi keuntungan dan risiko kerugian tinggi