octa vaganza

Rudiantara Dorong Aturan Pajak Selebgram

Rudiantara-Foto: Kemkoninfo.

JAKARTA—-Teknologi digital memberikan banyak dampak. Salah satu di antaranya aplikasi Instagram untuk mengunggah foto, memberikan komentar, membubuhkan like (suka), hingga  bertukar informasi.  Selain sekadar untuk eksistensi diri, keberadaan instagram membuka kesempatan untuk mempromosikan bisnis bagi UKM hingga dunia  artis.

Dampak yang lebih besar dengan  keberadaan Instagram  ini ialah munculnya apa yang disebut Selebriti Instagram atau selebgram, yang membantu mempromosikan sebuah  produk.  Seorang selebgram, selain good-looking, memiliki ribuan pengikut.

Kekuatan selebgram ialah kreativitasnya ketika mengunggah foto dengan menggunakan produk dan kemudian menuliskan deskripsi yang membuat orang penasaran. Selebgram jadi  pekerjaan baru yang meraup rupiah.

Seperti yang dilansir Beautyneasia seorang selebgram yang baru merintis dengan followers berkisar di bawah 50 ribu rata-rata dalam sebulan akan menghasilkan sekitar Rp 1 Juta. Sedangkan selebgram dengan jumlah followers lebih dari 100 ribu bisa menghasilkan minimal Rp 4 Juta dalam sebulan dari endorsement

Keberadaan selebgram sebetulnya punya potensial sebagai obyek pajak baru. Sayangnya kata Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara hingga kini belum ada aturan terkait pengenaan pajak kepada selebgram.

“Kami mendorong adanya aturan pajak bagi para pengguna akun yang menjual jasa atau barang di media sosial tersebut. Mereka seharusnya juga dikenakan pajak untuk menciptakan fairness atau keadilan. Sekarang selebriti dikenakan aturan pajak itu kan di dunia nyata,” ungkap Rudiantara  di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Rabu (9/1/2019).

Rudiantara menyerahkan sepenuhnya  hal tersebut kepada Kementerian Keuangan, khususnya Direktorat Jenderal Pajak.

Sementara itu Direktur Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi Ditjen Pajak Iwan Djuniardi mengakui pihaknya sudah penggalian data informasi para pengguna media sosial sudah sejak tahun lalu.

“Sudah jalan dari dulu, tapi dilakukan masing-masing oleh KPP atau unit secara manual. Tapi kalau tersistem dan terintegrasi, belum,” kata Iwan seperti dikutip dari CNBC Indonesia beberapa waktu lalu.

 

 

 

Exit mobile version