PERHATIAN dan kepedulian pemerintah terhadap masyarakat nelayan makin tampak. Dewasa ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah mengembangkan Keramba Jaring Apung (KJA) Offshore lepas pantai. Program KJA Offshore merupakan salah satu metode budi daya ikan kakap modern dengan menggunakan teknologi.
Biaya program ini menelan anggaran tak kurang dari Rp131 miliar. Peruntukannya akan dibagi ke tiga daerah yakni Pangandaran, Karimunjawa, dan Sabang. “Kami menggunakan alat dengan standar Norwegia,” kata Direktur Jenderal Perikanan Budi daya, Slamet Soebjakto, di Gedung KKP, Jakarta. Norwegia dikenal sebagai negara dengan teknologi kelautan paling modern dan penghasil ikan terbesar di dunia.
Kerja sama dengan Norwegia dalam menggarap KJA ini, kata Slamet Soebjakto, sesuai dengan arahan Presiden. Khususnya dalam rangka meningkatkan industrialisasi budidaya ikan. “Kami memberdayakan mereka (warga) dari proses pembuatan hingga pembibitan, produksi dan pemasaran,” ujarnya.
Dari program offshore ini diperkirakan bisa terserap 200 hingga 240 tenaga kerja di setiap daerah. Dalam hitung-hitungan sementara, setiap tenaga kerja yang terlibat dalam usaha budidaya ikan kakap ini diproyeksikan akan mendapatkan penghasilan Rp1,5 juta hingga Rp2 juta per bulan.
Proses pemeliharan budi daya ikan kakap dengan menggunakan KJA bisa mencapai 1,5 bulan hingga 2 bulan dengan produksi ikan kakap putih mencapai 768 hingga 816 ton setiap lubang untuk setiap tahunnya. “Nantinya akan terdapat tiga lubang KJA di setiap pantai yang diperkirakan produksi dari seluruh daerah sebanyak 2.304-2.448 ton dengan nilai Rp161,28 miliar-Rp171,38 miliar,” ujarnya.●