octa vaganza

Rosdiah,  Lestarikan Songket Siak, Peminatnya hingga Jepang

Rosdiah Herlina dan tenun songket Siak–Foto:Domumentasi Pribadi.

PEKANBARU—-Menjalankan wirausaha tenun songket Siak  bagi Rosdiah Herlina bukan hanya bisnis , tetapi juga menuaikan amanah dari  Sang Bunda Rahima atau Atun  untuk meneruskan apa yang telah  dirintisnya,  melestarikan budaya daerahnya.

Atun adalah salah satu seorang penenun tersisa yang sempat mengalami pasang surut serta kandas dalam usaha tenun songket di era 1980-an.

Motif Siak, sebut perempuan yang karib disapa Yati  mencerminkan kebudayaan islam, kemakmuran dan kejujuran. Contoh motif yang dipakai namanya dari tumbuh-tumbuhan seperti pucuk rebung, bunga tampuk manggis.

“Modal awal standar untuk produk yang diunakan menjadi pakaian sehari-hari.   Alhamdullilah sudah dijual se-Indonesia.  Kami juga dapat  pesanan dari Malaysia, Singapura hingga Jepang,” tutur Yati ketika dihubungi  Peluang, Kamis (21/2/2019).

Lanjut  Yati saatini perkembangan usaha permintaan semakin meningkat walau omzet baru mencapai  sekitar 50 juta  rupiah per bulan.  Yati memiliki 34 penenun yang mampu menyediakan 150 sampai 200 potong songket setiap bulan.

Harga produk songket Yati tidaklah terlalu mahal, berkisar Rp500.000 hingga Rp1.500.000 juta.  Pesanan eksklusif, harganya lebih mahal lagi.

Rumahnya yang sekaligus berfungsi sebagai tempat keja dan ruang pamer songket di kawasan Rempak, pinggir Sungai Siak, Siak, Riau sejauh 110 km dari Pekanbaru. Ke depannya alumni  Universitas Riau bertekad mengenalkan tenun Siak ini ke seluruh dunia.

“Saya  ingin memboomingkan tenun siak ke seantoro dunia, walau sampai saat  ini sebatas khayalan tingkat tinggi,” selorohnya.

Yati  bersyukur anak muda sekarang senang memakai tanjak yang terbuat dari bahan tenun. “Saya senang generasi milenial kini pede  (percaya diri) memakai pakaian bermodifikasi tenun,” ucap dia (Irvan Sjafari).

 

Exit mobile version