
PeluangNews, Jakarta – Masuknya dua perusahaan China ke sektor hilirisasi kelapa berawal dari rendahnya harga yang diterima petani.
Hal tersebut dikemukakan CEO BPI Danantara, Rosan Roeslani usai menghadiri PLN CEO Forum, di ICE BSD, Tangerang Selatan, Rabu (26/11/2025).
Dikatakan pula, bahwa selama ini kelapa Indonesia dikirim ke China dalam bentuk mentah, sehingga harga jual ditekan oleh ongkos logistik yang cukup besar.
Kondisi tersebut membuat margin petani semakin tipis dan kurang menguntungkan.
“Awalnya kenapa waktu kita approach ke mereka, karena tadinya kelapa kita itu diekspor ke China. Ekspor ke China, mereka kan ngitung biaya logistik. Jadi harga jual petaninya itu rendah, kurang baik. Nah itulah yang kita yakinkan,” kata Rosan saat ditemui usai menghadiri PLN CEO Forum, di ICE BSD, Tangerang Selatan, Rabu (26/11/2025).
Danantara melakukan pendekatan ke investor China agar proses hilirisasi dilakukan langsung di Indonesia. Dengan fasilitas pengolahan berada di dalam negeri, kebutuhan biaya logistik ekspor dapat dihilangkan.
Dampaknya, lanjut Rosan, harga kelapa di tingkat petani diproyeksikan meningkat karena nilai tambah tidak lagi keluar dari Indonesia.
“Mereka mau investasi di sini sehingga harga jual kelapanya para petani bisa menjadi lebih tinggi. Karena tidak ada lagi biaya logistik yang mesti dikirimkan, dan itu penyerapan,” ujar dia.
Strategi ini, katanya, tidak hanya soal menarik investor, tetapi memastikan petani menjadi pihak yang menerima manfaat nyata. Hilirisasi akan menciptakan struktur harga yang lebih sehat sekaligus membuat penyerapan kelapa jauh lebih stabil.
Salah satu proyek hilirisasi yang sudah berjalan saat ini memiliki kebutuhan bahan baku yang sangat besar, yakni mencapai 500 juta butir kelapa per tahun.
Proyek tersebut ditargetkan selesai tahun ini, sehingga aktivitas produksi bisa mulai memberikan kontribusi penuh pada rantai pasok industri dalam negeri.
Kehadiran fasilitas ini juga menandakan bahwa hilirisasi komoditas perkebunan mulai bergerak ke skala industri besar.
Rosan menambahkan dalam fase awal operasional, proyek tersebut mampu menyerap sekitar 5.000 tenaga kerja.
Seiring peningkatan kapasitas produksi dan perluasan lini produk turunan, kebutuhan tenaga kerja diproyeksikan meningkat menjadi 10.000 orang pada tahun berikutnya.
“Kelapanya per tahun itu 500 juta butir per tahun untuk yang satu proyek yang sudah berjalan. Dan insya Allah tahun ini selesai. Untuk tahun pertama, penyerapan kerjanya 5.000 orang. Nanti kalau sudah tahun depan, penyerapan kerjanya sampai 10.000 orang,” ucap Roeslani. []







