
PeluangNews, Jakarta-Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) kini tidak lagi sekadar topik teknologi, melainkan bagian dari keseharian masyarakat. Dari membantu pekerjaan, proses belajar, hingga memberikan rekomendasi hiburan, AI hadir sebagai “asisten digital” yang kian tak terpisahkan dari kehidupan manusia.
Hasil riset Indonesia AI Report 2025 menunjukkan bahwa AI telah masuk ke berbagai aspek kehidupan — mulai dari dunia kerja, pendidikan, hingga hiburan. Di tempat kerja, AI bukan sekadar alat bantu, melainkan pemicu perubahan besar dalam pola kerja, pengambilan keputusan, dan kompetensi baru yang muncul di masa depan.
Selain itu, AI juga mulai mengubah interaksi sosial dan budaya, dari cara orang berkreasi hingga menikmati karya seni hasil kolaborasi manusia dan mesin. Meski penggunaannya kian meluas, sebagian masyarakat masih menyimpan kekhawatiran terhadap aspek etika dan tanggung jawab dalam penggunaan AI, termasuk soal privasi dan keamanan data.
Laporan Indonesia AI Report 2025 juga memberikan berbagai rekomendasi strategis bagi masyarakat, industri, dan pemerintah untuk memastikan tata kelola dan regulasi AI berjalan seimbang antara inovasi dan perlindungan publik. Mayoritas responden riset berasal dari Generasi Z dan Milenial, menunjukkan bahwa AI telah menjadi bagian erat dari keseharian generasi muda Indonesia.
Ini saatnya bagi semua pihak untuk memahami, memanfaatkan, dan mengelola AI dengan bijak, agar transformasi digital membawa manfaat nyata bagi setiap lapisan masyarakat.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita membeberkan capaian penting Indonesia di bidang kecerdasan buatan. Berdasarkan Artificial Intelligence Index Report 2025 yang diterbitkan oleh Stanford University’s Human-Centered AI (HAI), Indonesia menempati posisi nomor satu di ASEAN dengan skor penetrasi keterampilan AI 1,04, melampaui rata-rata global di angka 1, serta Australia (0,95), Turki (0,94), Belanda (0,92), dan Italia (0,9).
“Indonesia tercatat sebagai negara dengan tingkat penetrasi keterampilan AI tertinggi di kawasan Asia Tenggara, dan di tingkat global kita masuk dalam jajaran 10 besar negara dengan perubahan kompetensi bidang AI tertinggi di dunia dengan peningkatan 191 persen sejak 2016 hingga 2024. This is quite good ya,” ujar Agus dalam acara AI for Indonesia 2025 di Ballroom Djakarta Theater, Kamis (23/10).
Agus menjelaskan, peningkatan 191 persen ini menjadi sinyal positif bahwa negara berkembang seperti Indonesia mulai mampu mengejar ketertinggalan dalam kompetensi digital. Dalam daftar global, Indonesia berada di atas Islandia (173 persen), Uruguay (171 persen), Argentina (170 persen), Uni Emirat Arab (168 persen), dan Kanada (166 persen).
Meski begitu, Indonesia masih berada di bawah Denmark (199 persen), Turki (198 persen), Kroasia (192 persen), Estonia (227 persen), dan India yang menempati posisi tertinggi dengan peningkatan 252 persen.
Agus menegaskan, meskipun AI menjadi fokus pengembangan industri, tujuan utama pemerintah bukanlah teknologi itu sendiri, melainkan kesejahteraan rakyat.
“AI bukan tujuan. Tujuan kita adalah mensejahterakan rakyat, dan AI adalah alat untuk mencapai tujuan tersebut,” tegasnya.







