hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Revitalisasi Payung Tradisional Lewat Festival

Hampir musykil mengembalikan kejayaan payung tradisional, payung home made, melawan dominasi payung pabrikan Cina dan Spanyol. Ajang festival tahunan dihelat untuk membangkitkan kesadaran publik dan gairah kreatif kalangan UMKM.

FUNGSI pokok payung tentulah sebagai pelindung tubuh dari sengatan matahari dan rintik hujan. Fungsi utama lainnya bernuansa historis, simbol kebesaran, sebagaimana terekam di pusat-pusat kerajaan masa lampau. Di Keraton Kasunanan Surakarta dan Keraton Mangkunegaran, misalnya, payung tersimpan apik sebagai benda warisan leluhur yang sarat muatan filosofis. Belakangan, payung melebarkan partisipasinya dengan mengemban fungsi aksesoris. Pernik-pernik.

Melestarikan payung tradisi Indonesia sekaligus menumbuhkan potensi kreativitas masyarakat dari berbagai ragam seni. Imbuhan dan label tradisi (tradisional) di sini dimaksudkan payung rumahan, home made, bukan payung keluaran pabrikan. Salah satu cara melestarikan adalah memuseumkannya. Seperti di Museum Batik Pekalongan, Jateng. Sebanyak 1.000 payung batik dari hasil karya seniman, pelajar, dan perajin batik yang dikerjakan saat perayaan Hari Batik Nasional di Jalan Jetayu, Kota Pekalongan, 3 Oktober 2011.

Dari Pulau Dewata, misalnya saja, denyut kreatif produksi payung Desa Mengwi cukup menarik disimak. Masyarakat desa ini secara turun temurun menekuni profesi sebagai perajin payung.  Produk para perajin di Desa Mengwi ini juga sering  dipasarkan ke wisatawan mancanegara, di antaranya Jepang, Suriname, Kamboja.

Sampai saat ini terdapat 15 perajin payung. Salah satu nama yang dikenal luas adalah “Dewi Ratih”. Bengkel kerjanya di Jalan I Gusti Ngurah Rai No. 72, Banjar Pande, Mengwi. Usaha kreatif tradisional ini berkibar sejak 1989. Pendirinya seniman Ngurah Bagus Surya. Payung dibuat dengan home made atau no cetak. Motif-motif yang dibuat selalu terbaru, tidak pasaran. Dibantu delapan pegawai, mereka mampu membuat 200-400 buah payung per tiga bulan. Produk Dewi Ratih dijual dengan harga bervariasi, mulai dari Rp700 ribu hingga Rp1,2 juta.

Cara yang lebih dinamis adalah melalui festival (tahunan). Di sini tradisi payung Indonesia dieksplorasi. Selain para maestro, tampil juga perajin dari desa-desa payung Indonesia, pameran lukisan payung, rajut payung kreatif, fesen wastra (kain sandang tradisional) Nusantara hingga bazar seni payung. Karya instalasi dan arsitektur bercitra payung menghiasi arena festival. Delegasi dari negeri tetanga beberapa kali ikut nimbrung. Seronok di lokasi selanjutnya tayang meriah melalui sosial media.

            Dengan payung di sini dimaksudkan tentulah payung tradisional, payung home made; bukan payung jenis buatan pabrikan Cina dan Spanyol yang kini mendominasi pasar. Ajang Festival Payung Indonesia ini merupakan gelaran tahun ketujuh. Pertama kali digelar oleh Kemenpar melalui Direktorat Jendral Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya di Solo, 28-30 November 2014. Eksibisi aksesori yang asal muasalnya untuk ‘menabrak’ hujan ini dimantapkan sebagai agenda budaya tahunan nasional.

Gelar Festival Payung Indonesia tahun 2020  dijadwalkan 4-6 September. Pilihan lokasinya agak favorit, yakni di Garuda Mandala, Candi Prambanan, Klaten, Jateng. Candi yang dibangun pada abad ke-9 M itu kompleks candi Hindu terbesar dan tercantik di Indonesia dan terindah di Asia Tenggara. Tema festival  ‘Sepayung Kertas’, tapi digeser menjadi 4-6 Desember gegara efek pandemi Covid-19.

Ditarik surut ke belakang, Festival Payung Indonesia tahun sebelumnya digelar 6-8 September 2019, di Candi Prambanan, Klaten. Candi Prambanan merupakan candi tercantik di dunia, peninggalan Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun ± 850 Masehi oleh raja-raja dari dinasti Sanjaya.

Festival sebelumnya digelar 6-8 September 2019, mengambil tema ‘Sepayung Daun’. Festival Payung Indonesia 2018 hadir dengan anggun pada tempat asalnya, Candi Borobudur, Magelang, Jateng, 7–9 September.

Mundur lagi, ribuan payung aneka warna, gambar dan ukuran menghiasai Taman Lumbini komplek Taman Wisata Candi Borobudur, Magelang, Jateng, 7-9 September 2018. Setidaknya ada 80 kegiatan antara lain fashion show, workshop, seni musik dan tari tradisional dari berbagai daerah di Indonesia dan negara pendukung, aneka kuliner tradisional.

Tahun 2017 Festival digelar di Puro Mangkunegaran dan secara resmi dibuka 15 September, diselenggarakan 15–17 September. Hanya Thailand yang berpartisipasi tahun ini. Tahun 2016 mengambil lokasi di Taman Balekambang. Dengan pasar payung sebagai agenda utama, acaranya mencakup karnaval Payung, Pentas Tari Payung, Solo Dance Festival, Fashion Show Payung, Workshop dan Melukis Payung, Pameran dan Lomba Foto, Sarasehan dan Refleksi, dan Workshop Word Culture Forum. Negara sahabat yang turut ambil bagian adalah Jepang, Muangthai, Kamboja, Tiongkok.

Pada tahun 2015, festival digelar 11-13 September  dengan mengusung tema “Payung lahir kembali dalam kebaruan artistik visual”. Pada tahun keduanya, event ini diikuti oleh sejumlah daerah yang memiliki perajin payung tradisional, yakni Baubau, Palu, Kuantan Singingi, Padangpanjang, Bengkulu, Jakarta, Bandung dan Tasikmalaya (Jawa Barat), Yogyakarta, Solo, Pekalongan, Klaten, Bali. Selain itu, hadir  pula delegasi dari tiga negara sahabat: Muangthai, Tiongkok, dan Jepang.

Ratusan payung warna warni tampak menggantung menjadi sebuah lorong di sepanjang pintu masuk Taman Balekambang Solo, 28—30 November, 2014. Festival Payung Indonesia I ini menggelar beragam kegiatan antara lain lomba desain payung, seni intalasi dari payung, pentas tari payung dari berbagai daerah, seni melukis payung, pentas busana dengan insiprasi dari payung, dan pendampingan pembuatan payung tradisional dari perwakilan sentra industri payung di Indonesia. Pada tahun 56 hingga 70-an, di Solo dan sekitarnya ada 300—400 perajin payung dari kertas, kini tinggal sebelas yang bertahan.

Melalui ajangfestival, pemerintah mengajak masyarakat untuk mengingat kembali sejarah kebudayaan payung di Nusantara. Juga menjadi upaya pemerintah untuk menghidupkan kembali industri payung yang sempat berjaya di beberapa daerah. Pada festival perdana ini, penyanyi Endah Laras membawakan lagu “Payung Fantasi” ciptaan Ismail Marzuki. Selama repertoar berlangsung, para model dari Red Batik Solo berlenggak-lenggok mengikuti irama lagu.

Ajang festival dihelat sehubungan dengan lesunya industri kerajinan payung tradisional di beberapa daerah di Indonesia. Tujuan terpenting adalah membangkitkan (kejayaan) dan melestarikan kerajinan payung tradisional  Indonesia. Utamakan payung lokal untuk mencegah dominasi payung asing yang kian merajelela.●(dd)

pasang iklan di sini