octa vaganza

Reformasi Pajak Kandas Dari Masa ke Masa

PROGRAM reformasi pajak hampir selalu kandas. Pasalnya, kepala pemerintahan selalu berganti sebelum program reformasi pajak tuntas. “Sampai sekarang belum ada sosok yang komprehensif tentang reformasi pajak kita, jadi masih (belum optimal),” kata Ekonom Senior Indef Faisal Basri. Perpajakan itu ibarat menanam pohon. Jika bibitnya baik dan bisa dirawat dengan baik, maka buah yang dinikmati pun akan nikmat.

Selain menyoroti pajak, pemerintah juga perlu menjaga perekonomian dalam negeri. Saat ini penerimaan pajak terbesar adalah dari industri manufaktur. Namun, kinerja sektor tersebut sedang menurun. Di sisi lain, pemerintah malah memberi karpet merah pada industri nikel asal Cina berbentuk tax holiday hingga bebas bea masuk.

Pemerintah sebenarnya telah membentuk Tim Reformasi Perpajakan sejak Desember 2016, beberapa bulan setelah Sri Mulyani didapuk sebagai Menkeu menggantikan Bambang Brodjonegoro. Kebijakan fiskal dilakukan dengan menjadikan APBN sebagai shock absorber atau bantalan saat terjadi guncangan atau krisis, mulai dari energi, pangan, hingga keuangan. Namun, APBN tak bisa terus menjadi penopang, terutama saat perekonomian mulai pulih.

Ide pemisahan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengemuka menyusul serangkaian polemik yang terjadi di DJP dan DJBC. Antara lain kasus mantan pejabat pejabat pajak Kemenkeu Rafael Alun Trisambodo, surat pegawai milenial bongkar borok pejabat bea cukai, hingga kesewenang-wenangan petugas bea cukai kepada masyarakat yang pulang dari luar negeri.

Polemik-polemik itu membuat Kemenkeu terbebani. Apalagi, pegawai pajak dan bea cukai memiliki perlakukan berbeda (istimewa) dari ASN di kementerian lain. “Memang sudah sepatutnya dipisahkan,” ujarnya. Ia mencontohkan di Amerika Serikat, pajak dan bea cukai memiliki lembaga sendiri, yakni Internal Revenue Service (IRS). Dengan begitu, keduanya tak masuk dari bagian Kemenkeu. “Jadi, Menkeu itu ya treasury saja, yang mengatur perbendaharaan negara dan sebagainya,” ujarnya.

Dalam hal ini, posisi Menkeu sangat penting. Ia memiliki kuasa atau hak untuk menolak kementerian/lembaga lain yang meminta tambahan anggaran. Menkeu itu ibarat rem, yang harus bisa mengontrol permintaan yang tak masuk akal. Ia harus tegas dan berani mengatakan tidak, walau risikonya diganti,” ujar Faisal.●(Nay)

Exit mobile version