octa vaganza

“Raw Honey”,  Produsen Madu Alami Tegar Hadapi Tantangan Bisnis 

Rd Ibrahim Soemadinata-Foto: Dokumentasi Pribadi.

BANDUNG—–Sejak 1992  Rd Ibrahim  Soemadinata terinspirasi  mandiri  secara keuangan dengan cara berwirausaha. Penyakit panas hebat  yang menyerang pria kelahiran 29 September 1965 ini  membuat indera pendengarannya terganggu.   Hasilnya  hingga sekarang  Ibrahim bergantung pada alat komunikasi yang mahal harganya.

“Awalnya berfikir bisnis makanan alami yang  pasti dicari orang.  Kemudian kami berpikir untuk bisnis  madu untuk kesehatan,”  ujar Ibrahim ketika dihubungi Peluang, Senin (28/1/2019).

Ibrahim baru merintis usahanya  setelah menikah pada 2000. Modal awalnya  dua juta rupiah dengan hasil menjual kamera analog.  Konsep bisnisnya menjual produk  madu murni  yang dapat membantu mengobati penyakit kalau rutin minum.

Produk madunya dengan brand  “Raw Honey”  artinya madu hasil panen hanya diperas dan disaring lalu dikemas. Beda dengan madu di pasar swalayan atau apotik yang dibuat dengan  sistem masak oven  dengan api, agar kadar air hilang  hingga madu jadi kental sekali.

“Namun dengan cara itu  ada kadaluarsa, karena Enzim lebah mati kena panas api,”  kata  alumni Program Diploma  Fakultas Sastra (sekarang FIB) Universitas Padjadjaran ini.

Ibrahim  mengaku sebelum terjun  ke bisnis, dia belajar perlebahan bersama Haji Embing Sastra (alm) di Cimenyan,  Ciburial   dan Pak Mamat di Gunung Arca, Sukabumi pada 2000 dan 2003 .

Setelah jalan, dia membuat kemasan isi madu 300 gram agar harganya dapat  terjangkau  calon konsumen dapat terjangkau, gratis Ongkir oleh Go-jek.

Modal selanjutnya, mengajukan Proposal pinjaman uang ke PKBL PT Telkom Jabar Banten diterima dan  selama 8 tahun dibina Telkom, mendapat pinjaman modal sebesar 62 juta rupiah, tidak termasuk bunga.

Pemasaran waktu itu dari mulut ke mulut, ikut kegiatan bazar RT/RW peringatan 17 Agustus, arisan dan  sebagainya.  Pada perkembangannya Ibrahim melakukan  promoso dengan menampilkan lebah madu dalam kotak berkaca, dan madu masih dalam sarang di setiap pameran, bazar dan sebagainya.

“Madu hutan didatangkan dari Riau, madu budi daya dari Jawa Timur dan Taman Hutan Raya Juanda Bandung. Madu Tidak akan rusak selama tidak digodok. Produksi dilakukan  hutan lindung, diperas, disaring dan dikemas dirumah kami,” papar dia.

Menurut  Ibrahim pada saat  ini perkembangan bisnis sekarang lagi lesu, akibat harga madu dari petani naik terus akibat produksi madu menurun. Namun dia tetap menjual produknya dengan kemasan 300 gram, 400 gram dan 1 kilogram.   Harga kemasan botol 300 gram berkisar Rp41.500.

Produk per bulan tidak menentu kadang 30 botol kadang 50 botol variasi yang membelinya.Dipasarkan hanya wilayah Indonesia saja, paling jauh ke Bali dan Sumatra. Berat di ongkos kirim.  Sementara omzet tertinggi pernah 100 botol selama satu bulan pada 2010,

“Ke depan rencana bisnisnya belum tahu, mengingat harga madu terus melambung tinggi. Daya beli semakin menurun,” tutur warga Desa Tanimulya,  Kabupaten Bandung Barat  ini (Irvan Sjafari).

Exit mobile version