Jika Anda bisa membuat seorang perempuan tertawa, maka tandanya perempuan itu suka pada Anda. Jika Anda bisa membuat seorang perempuan menangis, maka dia cinta kepada Anda. Seperti itu salah satu ungkapan dalam film Antalogi Rasa.
Film yang diangkat dari novel karya Ika Natassa dan disutradarai oleh Rizal Mantovani mengambil tema kisah cinta di kalangan apa yang berapa dekade silam disebut sebagai Young Urban Profesional, (Yuppies) mengacu pada para profesional muda -dalam film ini banker-memiliki gaji besar, memiliki rumah atau apartemen mewah, mobil pribadi, serta gaya hidup (biasanya western oriented), termasuk plesir ke luar negeri, karena daya belinya tinggi. Namun mereka adalah pekerja keras dengan prinsip work hard, play hard. Mereka umumnya larutdalam tren budaya global.
Adegan pembuka dengan narasi yang menarik dengan dua tokohnya menjadi penutur, yaitu Harris Risyad (Herjunot Ali) dan Keara (Carissa Perusset) ketika plesir ke Singapura dengan agenda menonton F-1. Harris sudah bertutur sensasi menikmati balapan langsung di hadapan mata: bukan hanya di televisi.
Lewat kilas balik diceritakan pertemuan dengan dua tokoh lainnya Ruly (Refal Hadi) dan Denise (Atikah Suhaime) di hari pertama kerja sama-sama terlambat dan satu lift.
Haris cinta mati pada Keara, sementara Keara percaya Ruly adalah belahan jiwanya. Namun Ruly justru jatuh hati pada Denise. Sayangnya Denise menikah dengan orang lain. Mereka berempat bersahabat selama bertahun-tahun ,digambarkan kebersamaan lewat foto-foto.
Harris dan Keara punya satu kesamaan, yaitu suka clubbing dan kerap mabuk. Hingga Rully mengantarkan keduanya ke mobil hingga pulang . Sikap itu membuat Keara terkesan, apalagi ketika dia terbangun di kamarnya, melihat Ruly menyeselaikan salat subuh: pria baik-baik. Sementara Harris di mata Keira adalah “penjahat kelamin” yang mudah mempermainkan perempuan.
Ceritanya bergulir, kebiasaan mabuk Haris dan Keara di Singapura membuat mereka bercinta dan itu membuat Keara berang karena merasa Haris mengambil kesempatan. Persahabatan mereka menjadi retak. Sementara Ruly dan Keara ditugaskan di Bali untuk sebuah proyek di kantornya. Apakah rasa dari Keara berbalas oleh Ruly? Bagaimana juga dengan Haris?
Antologi Rasa menjadi semakin rumit ketika Denise mengalami kecelakaan dan tidak ditunggui suaminya. Justru Ruly yang menjaganya. Tidak bisa ditebak, siapa jadi dengan siapa dan apa yang terjadi antara perasaan dan persahabatan. Namun siapa yang membuat Keara tertawa dan siapa yang membuat Keara menangis adalah kunci film ini.
Kalau dari segi plot cerita, timbul tanda tanya karena sejak awal latar belakang keluarga para “Yuppies” ini tidak diceritakan sekalipun lewat foto. Mereka mandiri, tinggal sendirian di apartemen. Sepertinya cerita ini tidak jauh dari kehidupan yuppies di Amerika Serikat.
Untungnya para yuppies dalam film ini masih membumi, ketika Harris lewat berapa adegan menyukai santapan bubur pedagang kaki lima dan kerap membelikannya untuk Keara. Suatu hal yang bisa ditemui orang kantoran dengan mobil mampir di tempat pedagang kaki lima.
Sementara Keara yang punya hobi fotografi menyukai ikan di sebuah sentra akuarium di Jakarta, memberikan indikasi ini kejadian di Jakarta, ibu kota Indonesia bukan di New York.
Karakter Denise tidak tergarap dengan baik. Informasi mengenai tokoh ini begitu sedikit. Hingga timbul tanda tanya kedua, bagaimana pandangan Denise sendiri terhadap (paling tidak) pada persahabatan mereka.
Begitu juga dengan kawan-kawan sekantor lain lewat begitu saja, kecuali rapat dengan bos-bos bule dan kehadiran Dinda (Angel Pieters) tempat curahan hati Keara.
Kelebihan film ini terletak pada sinematografi yang memanjakan mata khas kekuatannya Rizal Mantovani terutama sudut-sudut Kota Singapura dan Bali, ciamik dan apik, hingga adegan clubbing.
Begitu juga dengan pengisi soundtrack film ini, seperti Geisha Band lewat lagu “Rahasia” dan “Garis Tangan”, D’Massiv dengan “Kesempatan Bersamamu’ dan “Segitiga Cinta“ dari Nidji Band begitu manis memperkuat rasa dalam masing-masing karakternya.
Dari departemen kasting, Herjunot Ali tampil begitu menonjol. Bagaimana dia menjadi kikuk dan sekaligus “jaga image” ketika bersama Keira, hingga bagaimana merayu perempuan agar takluk begitu manusiawi dan natural.
Carissa Perusset sebagai pendatang baru juga berhasil menghidupkan Keara lewat emosinya yang naik dan turun. Keara adalah sosok perempuan mandiri era global dan bisa memutuskan apa yang terbaik buat dia. (Irvan Sjafari)