hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Rapor Biru Bank-Bank BUMN

Profitabilitas yang positif dan diikuti dengan efisiensi akan semakin memperkokoh fundamental  perbankan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat di tengah ancaman krisis di tahun politik.

Di tengah ketidakpastian global akibat normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat yang menekan nilai tukar rupiah, bank-bank BUMN masih bisa unjuk gigi. Keempat bank BUMN yaitu Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI) dan Bank Tabungan Negara (BTN) menunjukkan profitabilitas dan pertumbuhan dana pihak ketiga yang positif sampai pertengahan tahun ini.

Bank Mandiri menjadi bank yang membukukan pertumbuhan profit tertinggi dengan pencapaian sebesar 28,7%, menjadi Rp12,2 triliun dibanding periode sama 2017 Rp9,5 triliun.  Pertumbuhan laba itu terutama  didorong dari pendapatan fee based income sebesar Rp12,9 triliun. Selain itu, peran intermediasi juga semakin kuat dengan pertumbuhan kredit 11,8% menjadi Rp762,5 triliun. Sebagian besar kredit, tepatnya 78% disalurkan untuk sektor produktif dan sisanya 22% untuk konsumtif.

Dilihat dari kegunaannya, kredit investasi mencapai Rp206,4 triliun, tumbuh 7,2% secara tahunan sedangkan kredit modal kerja naik 9,8% menjadi Rp318,5 triliun. Pertumbuhan kredit diiringi dengan kualitas kredit yang semakin baik ditandai dengan menurunnya biaya cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) sebesar 15,4% dan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) 3,1% , masih dalam batas toleransi sebesar 5%.

Sejalan dengan pertumbuhan kredit, dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 5,5% menjadi Rp803 triliun. Struktur DPK didominasi perolehan dana murah (tabungan dan giro) dengan pangsa sebesar 64,6% atau Rp519 triliun. Produk tabungan naik Rp25,9 triliun menjadi Rp332,1 triliun, dan kenaikan giro sebesar Rp2,7 triliun menjadi Rp186,7 triliun. Naiknya dana murah berdampak pada turunnya biaya dana (cost of fund) menjadi 2,6%.

Bank Mandiri juga berhasil menekan biaya operasional karena menerapkan efisiensi di seluruh proses bisnis. Di samping itu, Bank Mandiri juga secara konsisten terus memperbaiki kualitas kredit produktif, antara lain melalui strategi collection yang efektif.

 

Kinerja BRI

Sementara bank beraset terbesar di Indonesia  yaitu BRI membukukan laba bersih sebesar  Rp14,9 triliun tumbuh 11,0% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp13,4 triliun. Pertumbuhan laba ditopang dari penyaluran kredit yang tumbuh double digit dan di atas rata-rata industri perbankan 10,7%. Penyaluran kredit BRI periode Juni 2018 sebesar Rp794,3 triliun naik 15,5%.

Dilihat dari komposisi kredit mikro kecil dan menengah (MKM) masih mendominasi yakni Rp602,7 triliun atau sekitar 75,9% dari total kredit BRI. Untuk penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) dari pemerintah, BRI menyalurkan KUR senilai Rp44,4 triliun kepada lebih 2,2 juta debitur. Pencapaian ini sudah 55,9% dari target penyaluran KUR BRI di tahun ini sebesar Rp79,7 triliun.

DPK tercatat Rp838 triliun, naik 9,11% dibandingkan periode yang sama 2017 Rp768,0 triliun. Peningkatan DPK ini mencerminkan kepercayaan yang tinggi dari masyarakat terhadap BRI sebagai raja kredit UMKM di Indonesia.

Proses bisnis BRI juga semakin efisien yang ditandai dengan turunnya beban operasional atas  pendapatan operasional (BOPO) menjadi 72,2% lebih rendah dari tahun sebelumnya 73,4%.  Selain itu, rasio NPL gross tercatat 2,41%.

 

Profit BNI Tumbuh 16%

BNI mencatatkan laba bersih sebesar Rp7,4 triliun, tumbuh 16,0% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp6,41 triliun. Pertumbuhan laba ditopang pendapatan bunga bersih yang meningkat menjadi Rp17,5 triliun tumbuh 13,3%, diatas rata-rata industri perbankan sebesar 3,4%. Pertumbuhan bunga bersih diikuti dengan  pendapatan non bunga yang tumbuh 9,1% menjadi Rp5,1 triliun. Ini disebabkan naiknya fee based income.

Peningkatan pendapatan bunga bersih disebabkan naiknya penyaluran sebesar Rp45,6 triliun atau 11,1% dari Rp412,2 triliun di tahun lalu menjadi Rp457,8 triliun. Pertumbuhan tersebut dikontribusi oleh kredit korporasi swasta yang meningkat 11,6%, terutama dikontribusi oleh industri Manufaktur, Transportasi, dan Komunikasi, Konstruksi, dan Perdagangan. Ini menunjukan peran intermediasi BNI berjalan dengan baik.

Pertumbuhan DPK sebesar 13,5%, didominasi dana murah dengan pangsa mencapai 63,8% dari total dana. Besarnya porsi dana murah ini menguntungkan perbankan karena biaya dana juga akan lebih murah.

 

BTN Semakin Kokoh

Sementara itu, BTN membukukan laba bersih sebesar Rp1,4 triliun, naik 12,0% dari tahun sebelumnya. Meningkatnya laba bersih ini tidak lepas dari naiknya pendapatan bunga bersih sebesar  13,0% menjadi Rp 4,8 triliun.

Penyaluran kredit tumbuh 19,1% menjadi Rp211,4 triliun yang ditopang naiknya kredit perumahan sebesar 19,8% menjadi Rp191,3 triliun. KPR subsidi dan non subsidi yang memiliki porsi lebih dari 73,5% dari total kredit keseluruhan masih menjadi penggerak utama laju pertumbuhan kredit BTN.

Sementara untuk kredit non perumahan, pertumbuhan kredit sebesar 13,5% menjadi Rp20,1 triliun, dengan kontribusi terbesar dari kredit komersial sebesar Rp15,5 triliun dan kredit konsumer mencapai Rp4,5 triliun.

Perolehan DPK sebesar Rp189,6 triliun atau naik 19,2%. Giro dan tabungan tercatat masing-masing sebesar Rp48,6 triliun dan Rp39,5 triliun dengan pertumbuhan masing-masing 16,6% dan 19,4%.

Pertumbuhan positif bank-bank BUMN ini akan berdampak baik bagi perekonomian. Sebab, dengan naiknya laba maka kontribusi dalam bentuk pajak atau dividen kepada negara juga akan semakin besar. (Drajat).

pasang iklan di sini
octa investama berjangka