Berbondong-bondong orang kaya Amerika Serikat membuka rekening di Swiss dan mengalihkan hartanya dari negeri mereka. Gelombang peralihan portofolio kaum crazy rich ini terjadi gara-gara perang dagang yang disulut Presiden AS Donald Trump. Fenomena ini, yang ramai dalam bulan-bulan belakangan, dilaporkan sebagai bagian dari ‘de-Amerikanisasi’. Bank-bank di Swiss mengakui adanya lonjakan migrasi kekayaan dari warga AS.
Sebuah firma konsultan keuangan di Swiss, Alpen Partners International, melihat fenomena ini telah terjadi dalam tiga gelombang. Pemantiknya adalah kesadaran warga AS untuk mendiversifikasi aset yang berbentuk dolar AS. “Banyak orang Amerika menyadari bahwa 100 persen portofolio mereka dalam bentuk dolar AS, sehingga mereka berpikir, ‘Mungkin saya harus melakukan diversifikasi’,” ujar CEO Alpen Partners International, Pierre Gabris.
Adapun gelombang pertama terjadi saat Barack Obama terpilih menjadi Presiden AS ke-44 pada 2009, yang kemudian menjabat dua periode sampai 2017. Lalu, gelombang kedua peralihan kekayaan ke Swiss terjadi di masa pandemi covid-19. “Sekarang, tarif (yang ditetapkan Donald Trump) menyebabkan gelombang baru,” ucap Gabris yang menyebutnya sebagai gelombang ketiga.
Menurut Gabris, orang-orang kaya tersebut meyakini dolar AS bakal semakin melemah. Salah satu faktornya adalah beban utang AS yang terus membengkak. Di lain sisi, harta crazy rich dihantui langkah politik Trump. Para crazy rich menganggap aksi Trump sebagai kemunduran dalam supremasi hukum di Amerika.
Pada sisi lain, Swiss dianggap negara netral dipilih karena ekonominya stabil, memiliki mata uang yang kuat, dan sistem hukum andal. Alasan lain mereka mengalihkan kekayaannya demi membeli emas fisik karena Swiss terkenal sebagai tempat penyimpanan dan penyulingan. Tak sedikit juga yang mencari tempat tinggal atau ingin membeli properti, meski langkah ini dianggap lebih merupakan sebagai rencana cadangan.
Kebijakan tarif resiprokal yang diumumkan Presiden AS Donald Trump pada 2 April 2025 lalu membuat dunia gonjang-ganjing. Terlebih, AS terus terus menekan Cina yang memberikan perlawanan dengan mematok tarif impor sampai 245 persen. Di lain sisi, Trump menunda implementasi tarif impor tinggi itu selama 90 hari sejak 9 April 2025. Ini dilakukan salah satunya untuk membuka ruang diskusi dan negosiasi dengan sejumlah negara.●