Ramadan menjadi bulan sangat istimewa yang kedatangannya selalu ditunggu dengan suka cita. Di bulan ketika Al-Quran pertama kali diwahyukan ini, segenap umat Islam diwajibkan berpuasa selama sebulan penuh dengan tujuan mencapai ketaqwaan paripurna dan bagi mereka yang mampu melaksanakannya mendapat bonus ampunan dari segala dosa.
Kaum muslimin mengimani bonus sangat istimewa ini karena merujuk sabda Rasulullah Muhammad SAW yang diriwayatkan Imam Bukhari : “Barangsiapa yang berpuasa Ramadan karena keimanan dan hanya mengharap pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” Lantaran Itu kaum muslimin sangat antusias menyongsong bulan penyucian diri ini, bahkan 15 hari sebelum kedatangannya, aroma harum Ramadan sudah tersebar melalui ritualisasi nisfu syaban.
Ketika Nabi Muhammad memerintahkan puasa Ramadan pertama kali di tahun ke dua hijriyah, diberikan dua pilihan antara apakah berpuasa sehari penuh mulai terbit fajar hingga tenggelam matahari atau memberi makan satu orang miskin setiap satu hari, disertai motivasi untuk berpuasa. Penawaran kedua yang disebut membayar fidyah itu dibolehkan bagi mereka yang tidak mampu baik karena udzur, sakit menahun dan alasan lainnya sesuai ketentuan syarak. Pembayaran fidyah merupakan esensi Ramadan yang mengingatkan agar setiap kita bisa berbagi terhadap sesama. Itu sebabnya di tengah Ramadan orang berlomba-lomba mengeluarkan sedekah, kesalehan sosial yang berimplikasi pada penyucian diri serta pembebasan dari api neraka.
Komunitas Bukber
Berkah Ramadan di tengah kamajemukan sosial juga sangat kentara di tanah air kita. Iftar (berbuka puasa bersama), tak hanya dilakukan oleh mereka yang berpuasa. Sudah jadi rahasia umum misalnya, iftar, kini beken dengan istilah bukber digelar oleh komunitas atau lembaga tertentu, seperti organisasi massa, perusahaan bahkan partai politik yang kita tahu tidak semua personal dalam kelompok tersebut muslim.
Tentu saja kita harus berbaik sangka (huznudzon) bahwa berkah Ramadan juga ikut menyentuh para saudara-saudara kita yang non-muslim, bahwa Islam sebagaimana difirmankan (Qs 49:13) mengajarkan keharusan berinteraksi dengan sesama manusia (habluminannas) agar saling kenal mengenal.
Sedangkan hasil puasa itu sendiri tidak ada seorangpun yang dapat menilainya. Karena puasa adalah ibadah paling istimewa, sebuah ibadah tersembunyi yang secara personal hanya diketahui oleh Allah dan mereka yang sedang berpuasa. Seperti firman Allah dalam hadist Qudsi yang diriwayatkan Imam Bukhari: Puasa adalah untukKu dan AKU yang akan memberikan balasannya, Keistimewaan yang juga menjadi berkah Ramadan adalah tradisi mudik yang menjalar hampir di seluruh pelosok tanah air.
Kementerian Perhubungan memprediksi jumlah warga mudik pada Ramadan tahun ini sebanyak 123,8 juta orang, melonjak drastis dibanding tahun 2022 sebanyak 85 juta orang. Bank Indonesia pun menyiapkan uang tunai sebesar Rp195 triliun, naik 8,23% dibanding 2022. Tanpa disadari peredaran uang selama Ramadan yang umumnya berputar di daerah menumbuhkan jalan untuk lebih mempersempit kesenjangan ekonomi antara pusat dah daeerah. Para pemudik yang pulang ke daerahnya masing-masing kian mempercepat pemerataan ekonomi melalui perputaran uang beredar yang pada Ramadan dan Idul fitri 2023 ini ditaksir bertambah sekitar Rp243 triliun naik sekitar 10% dibanding tahun lalu sebesar Rp221 triliun. Lonjakan pemudik dan jumlah uang tunai ini seolah menegasikan ancaman resesi yang sering didengungkan oleh otoritas keuangan kita. Kendati harus dilalui dengan susah payah, jalanan yang macet beratus kilometer, namun momen mudik adalah sesuatu yang ditunggu banyak orang. Ditunggu oleh mereka yang rindu pada kedamaian kampung halaman, oleh mereka yang ingin sungkem kepada orang tua di saat idul fitri, juga yang ditunggu oleh mereka yang ingin mambuktikan keberhasilan di perantauan. Sebentar hari lagi Ramadan segera berlalu, namun kita selalu setia menanti Ramadan berikutnya dengan segala kelimpahan berkah di dalamnya.
