octa vaganza

Rajin Berburu Buku Lawas, Kejutannya Buku Langka

Di kota-kota yang identik dengan home base pelajar lazim ditemui kios-kios buku seken. Jika rajin berburu dan mujur, anda bisa peroleh buku jenis langka.

MEMBACA buku itu kegiatan sunyi yang menyenangkan. Selain menambah wawasan, keterampilan dasar menulis ikut terlatih secara tak langsung. Buku kerap disebut sebagai jendela dunia. Slogan itu dimaksudkan untuk mengajak masyarakat membudayakan membaca, menggairahkan khazanah literasi. Terlebih pada hari-hari tertentu seperti peringatan Hari Buku Sedunia, tanggal 23 April.

Mencari buku-buku lawasan atau terbitan lama merupakan keasyikan tersendiri bagi penggemarnya. Berburu buku-buku lawasan dengan mendatangi lapak-lapak penjual buku. Cara lainnya, berburu buku di acara bazaar atau pameran buku. Di Yogyakarta, alamat perburuan itu bernama Kampung Buku, yang digelar di kawasan Food Court UGM. ada acara ini, para pencari buku-buku lawas cukup terfasilitasi. Panitia menyediakan stand khusus buku lawasan.

Gampang-gampang susah juga mencari buku-buku langka. Utamanya buku-buku cetakan pertama. Buku-buku lawas yang dijual para pedagang umumnya didapat dari hasil melacak. “Kadang dari mulut ke mulut. Kadang dapat dari perpustakaan yang sudah tutup. Atau juga dapat dari kolektor buku,” tutur pelapak Rico Pambudi.

Di stand jualan Rico tersedia hampir 2.000 buku lawasan dari berbagai genre. Seperti biografi, sosial, sastra, politik, filsafat, sejarah. “Saya jual buku lawasan dari harga Rp20 ribu hingga Rp1,5 juta. Termahal adalah buku cetakan pertama karya Pramoedya Ananta Toer berjudul Nyanyi Sunyi Seorang. Buku ini sudah tak lagi dicetak sebagaimana buku-buku Pram yang lainnya,” ujar Rico.

Dalam pencarian buku yang diutamakan adalah kondisi buku masih baik dan kelangkaannya. Semakin langka semakin mahal pula harganya. “Tingkat kelangkaan jadi yang utama. Tidak setiap penjual buku punya buku lawasan apalagi buku langka. Jadi kita bisa menjual dengan harga lebih tinggi dibandingkan buku lainnya,” kata Rico.

“Pembeli banyak mencari buku-buku lawasan bertema sosial, filsafat, sejarah dan biografi. Selain tema biasanya yang dicari berdasarkan cetakannya. Cetakan pertama biasanya paling banyak dicari,” uja Rico.

Membaca buku-buku lama dengan edjaan tempo doeloe, atau lembar-lembar yang sudah menguning, punya sensasi tersendiri. Anda mungkin seperti sedang menggengam time tunnel dimana kita bisa memutar waktu ke belakang. Membiarkan pikiran bertulang ke masa lampau dengan bersahaja, nyaman dan damai.

DI BANDUNG ada sebuah toko buku online yang menjual beragam koleksi buku lawas yang bagus. Namanya Lawang Buku. Didapat dari mana koleksi jadul itu? Biasanya dari tukang loak, umumnya dari kolektor, terakhir dari rumah pindahan atau biasanya punya saudara atau orang tua yang meninggal. Buku jadul ini didapatkan dengan beberapa cara. Biasanya merupakan hasil perburuan di lapak buku bekas di Bandung seperti Dewi Sartika, membeli dari kolektor, membeli buku-buku dari tukang loak, atau dari rumah pindahan.

Selaku pendiri dan pemilik Lawang Buku ini, Deni Rachman punya sejarah yang panjang dengan beragam komunitas buku di Bandung. Ia merintisnya tahun 2001 semasih menjadi mahasiswa. Bermula dengan melapak di Gasibu sambil menjual buku baru seputar humaniora. Dari sana, usahanya membuahkan hasil plus interaksi dan jaringan para pecinta buku di Bandung. Di awal-awal, Lawang Buku belum menjual buku-buku lawas, tapi buku baru. “Saya awalnya pengen jualan buku karena ya ingin baca buku, hobi,” ujarnya.

Sempat menjadi distributor buku baru, Lawang Buku belakangan melebarkan sayap dengan beragam komunitas buku Bandung seperti Tobucil dan Kineruku. Sayangnya, usaha distributor ini harus bangkrut pada tahun 2010. Sempat banting setir pada usaha lain setelah bangkrut, Kang Deni malah kembali menghidupkan Lawang Buku yang sempat mati suri. Dari sana lah jejaringnya kembali bertumbuh, ia pun berusaha memasuki pangsa pasar buku lawas.

Deni memulainya dengan menjual beragam koleksi pribadi buku-buku lawasnya saat itu. Nggak disangka, langkah ini mendapat sambutan baik. Ia menjualnya lewat Facebook. Deni Rachman memiliki mimpi untuk membuka ruang untuk komunitas buku berkumpul seperti Kineruku. Di sana nantinya ada perpustakaan dan sudut kecil buku yang dijual, plus kedai kopi yang semakin membuat pengunjung betah.●

Exit mobile version