hayed consulting
hayed consulting
lpdb koperasi

Radikalisme Digital Mengintai Anak, BNPT Temukan 21 Ribu Konten Berbahaya di 2025

Foto: Dok. BNPT

PeluangNews, Jakarta – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menutup tahun 2025 dengan menyampaikan laporan kinerja dan refleksi ancaman terorisme yang berkembang di Indonesia. Pernyataan Pers Akhir Tahun 2025 itu disampaikan di Jakarta, Selasa (30/12), sebagai bentuk pertanggungjawaban publik sekaligus pemetaan tantangan keamanan ke depan.

Kepala BNPT Eddy Hartono, S.I.K., M.H., mengungkapkan bahwa secara umum situasi keamanan nasional masih berada dalam kondisi terkendali. Namun demikian, BNPT mencatat adanya perubahan signifikan dalam pola ancaman terorisme yang kini tidak lagi bertumpu pada serangan fisik, melainkan bergeser ke ranah ideologi melalui ruang digital.

Perubahan tersebut dinilai semakin mengkhawatirkan karena menyasar kelompok usia rentan, khususnya anak-anak dan remaja, yang kesehariannya sangat dekat dengan media sosial dan platform digital.

“Ancaman terorisme di ruang digital semakin berkembang. Propaganda, perekrutan, dan pendanaan banyak dilakukan melalui media sosial dan platform digital, termasuk dengan menyasar kelompok usia anak,” ujar Eddy.

Sepanjang tahun 2025, BNPT mencatat sebanyak 21.199 konten bermuatan Intoleransi, Radikalisme, dan Terorisme (IRT) beredar di ruang digital. Konten-konten tersebut didominasi oleh materi propaganda, ajakan perekrutan, serta pendanaan, dengan pendekatan komunikasi yang dirancang sesuai karakter anak dan remaja.

BNPT juga menyoroti percepatan proses radikalisasi yang terjadi melalui media sosial. Jika sebelumnya proses tersebut membutuhkan waktu antara dua hingga lima tahun, kini paparan ideologi radikal dapat memengaruhi seseorang hanya dalam waktu tiga hingga enam bulan.

Dampak dari fenomena tersebut tercermin dari temuan aparat penegak hukum. Sepanjang 2025, Densus 88 Antiteror Polri melakukan pemeriksaan terhadap 112 anak di 26 provinsi yang teridentifikasi terpapar radikalisasi melalui ruang digital. Anak-anak tersebut diketahui berinteraksi dengan konten radikal, mengalami kerentanan psikologis, hingga terlibat dalam pola lone actor tanpa adanya pertemuan fisik.

“Anak-anak yang terpapar menjadi perhatian serius negara. BNPT bersama Tim Koordinasi Perlindungan Khusus bagi Anak Korban Jaringan Terorisme terus memastikan upaya rehabilitasi, pendampingan psikososial, dan perlindungan hak anak berjalan optimal,” jelas Eddy.

Temuan ini sejalan dengan Kajian Tren Terorisme Indonesia 2023–2025 yang disusun I-KHub BNPT bersama mitra internasional, termasuk Hedayah. Kajian tersebut menegaskan bahwa meskipun ancaman serangan fisik dapat ditekan, pertarungan ideologi justru berpindah ke ruang privat anak melalui media digital.

Merespons dinamika tersebut, BNPT memperkuat strategi kontra radikalisasi dengan mengoordinasikan berbagai program pencegahan. Program tersebut antara lain Sekolah Damai, Kampus Kebangsaan, Desa Siapsiaga, serta penguatan peran Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) yang telah terbentuk di 36 provinsi.

Selain itu, BNPT membentuk Satuan Tugas Kontra Radikalisasi yang melibatkan delapan kementerian dan lembaga. Satgas ini bertugas menyebarluaskan narasi perdamaian serta memperkuat ideologi Pancasila di lingkungan pendidikan dan masyarakat.

BNPT menegaskan bahwa perlindungan ruang digital bagi anak merupakan bagian penting dari sistem deteksi dini dan keterlibatan dini guna memutus mata rantai penyebaran ideologi radikal terorisme.

“BNPT berkomitmen mewujudkan sistem deteksi dini dan keterlibatan dini (early warning system & early engagement) terhadap penyebaran ideologi radikal terorisme yang mendukung keamanan negara demi tercapainya Indonesia Emas 2045. Kami mengajak seluruh pihak bersama-sama menjaga Indonesia untuk memutus mata rantai penyebaran radikal terorisme di ruang fisik dan digital,” tegas Eddy.

Sementara itu, Kelompok Ahli BNPT Dra. Reni Kusumowardhani, M.Psi., menekankan bahwa kasus 112 anak terpapar radikalisme menjadi alarm serius bagi semua pihak.

Menurutnya, kelompok teroris memanfaatkan berbagai celah di ruang digital untuk mendekati anak dan remaja, mulai dari gim, video, meme, musik, hingga narasi heroisme dan solidaritas semu.

“Karena itu, peran orang tua sangat penting untuk meningkatkan literasi digital dan sense of awareness, agar anak berani menolak dan melaporkan konten berbahaya,” ujarnya.

Menutup pernyataan akhir tahun, BNPT mengajak seluruh kementerian dan lembaga, masyarakat, orang tua, serta seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama menjaga ruang digital agar tetap aman dan sehat, sekaligus melindungi generasi muda dari paparan ideologi radikal terorisme demi masa depan Indonesia.

pasang iklan di sini
octa vaganza