hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Putri Dayak yang Ubah Briket Senilai Emas

Usaha briket punya prospek baik, karena kebutuhan dunia akan briket terus meningkat, seiring kampanye isu lingkungan anti batubara di berbagai belahan dunia.

“Saya adalah putri Dayak yang merantau dari Pulau Kalimantan. Kampung saya di pedalaman Kalimantan Tengah dari kampung pedalaman, jauh dari ibu kota provinsi. Saya merantau ke Jakarta hingga ke Tasikmalaya sendirian, murni karena tekad dan itikad baik. Saya percaya di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Kita bisa mandiri karena bersosialisasi. Sekarang Tasikmalaya saya anggap sebagai kampung sendiri.”

Demikian Dewi Shinta, mengenang cerita suksesnya. Kisah para perantau yang bekerja keras, mau jatuh-bangun dan akhirnya menjadi seorang pengusaha sukses, owner dari CV Mandiri Perkasa, UKM dari Tasikmalaya, menjadi eksportir arang batok yang disebut briket. Di tangannya, briket menjadi komoditas berharga seperti emas.

Shinta memulai usahanya dari briket batubara, mulai dengan mendistribusikan batubara untuk kebutuhan peternak di kawasan Priangan Timur sekitar 2006, namun usaha ini meredup karena konversi gas.

Dia kemudian merantau ke Lampung dan berkenalan dengan briket dari batok kelapa dari seorang rekannya pada 2013 dan di sanalah, Shinta mengenal dunia ekspor. Produk briket batok kelapa diekspor ke Jerman.

Ketika kembali ke Tasikmalaya dia pun mendirikan usaha yang sama pada tahun 2015 dengan modal sekira Rp300 juta termasuk membeli mesin dan peralatan. Usahanya di bawah bendera CV Mandiri Persada, berbasis di Kampung Neglasari, Desa Tanjung Mekar, Kecamatan Jamanis, Kabupaten Tasikmalaya ini berkembang pesat dan mampu menyerap 80 karyawan.

“Setiap bulan rata-rata ekspor 12 kontainer, masing-masing berisi 25 ton briket. Harganya per ton rata-rata 1.200 dolar AS. Kami mengekspor ke Eropa dan Timur-Tengah,” ungkap Shinta seraya mengatakan usahanya tetap berjalan lancar kendati di tengah masa pandemi.

Bergabung dengan Koperasi

Perempuan kelahiran Desa Bintang Ninggi 15 September 1975 ini sadar bahwa kalau menjadi pengusaha dengan dukungan koperasi yang punya prinsip gotong-royong lebih banyak manfaatnya dibandingkan hanya bergerak seorang diri.

Perempuan yang pernah mengenyam pendidikan sekolah sekretaris ini kemudian bergabung dengan Koperasi Makmur Mandiri (KMM) sejak Desember yang memberikan kemudahan mendapatkan permodalan.

Awal bergabung ke koperasi mengalir begitu saja, diajak seorang kawannya. Dan ternyata ketika sudah jadi anggota koperasi, dia mendapat prosedur peminjaman yang lebih mudah dan tidak berbelit-belit seperti sebelumnya dia rasakan jika meminjam melalui perbankan.

 “Kalau dengan perbankan, saya diminta mengagunkan pabrik ketika minta pinjaman besar, padahal pabrik itu merupakan usaha keluarga tidak bisa begitu saja jadi jaminan. Kalau dengan KMM ada agunan, tetapi tidak seperti di bank,” ujar Shinta dalam acara pelepasan ekspor briket dengan tujuan Hongkong dan Irak di Tasikmalaya, 11 September 2021.

Dalam peluncuran, Shinta mengungkapkan kebenaran intuisinya. Ekspor briketnya meningkat pesat, mulanya 5 kontainer, menjadi 8 kontainer, 14 kontainer dan kemudian 19 kontainer.

Sementara ekspor briket dengan tujuan Hongkong sebanyak 18 ton senilai Rp305 juta, dengan asumsi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sebesar Rp14.200 per dollar AS, dan ke Irak sebanyak 26 ton dengan nilai Rp316 juta.

Menurut Shinta, ekspor dibuat berdasarkan permintaan dan hingga saat ini sudah ekspor ke 15 negara. Kini semua ekspor sudah Free on Board (FOB), tidak lagi menggunakan bendera perusahaan lain, seperti sebelumnya. Setiap negara mempunyai spesifikasi produk berbeda, mulai dari yang premium hingga limbah untuk barbeque.

Ibu dari Caecilia Marlisa Deviana, Stefanus Kevin dan Albin Raihandry Naufal juga memberdayakan masyarakat dari enam desa di Tasikmalaya, masing-masing sekitar kurang lebih 40 kepala keluarga.  Dia mendatangkan bahan baku dari berbagai daerah, mulai dari Pangandaran, Medan hingga Sulawesi. Selain arang batok kelapa, briket buatannya juga dibuat dari kayu dan bambu, umumnya limbah sumpit.

Shinta mengaku tetap membutuhkan bantuan Koperasi Makmur Mandiri (KMM) dan pembinaan dari Lembaga Pengeloa Dana Bergulir (LPDB-KUMKM), terutama untuk mengembangkan kapasitas usahanya. Pasalnya sejumlah buyer sempat ditolak karena kapasitas produksi tidak memadai. Saat ini dia mengembangkan dua pabrik di Tasikmalaya, namun hanya satu yang berjalan.

“Kini saya mengajak teman-teman wirausaha di Tasikmalaya bergabung di KMM karena manfaatnya bisa langsung dirasakan,” ucap dia.

Ke depan, Shinta bertekad  untuk terus mengembangkan usahanya terutama dengan perluasan ekspor. Ia berharap  pemerintah dapat memberikan kemudahan untuk shipping, yang selama ini menjadi kendala bagi UKM seperti dia untuk ekspor.  (Irvan)

pasang iklan di sini