
Peluang News, Jakarta – Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur RI Juli 2024 sebesar 49,3 persen, turun dibandingkan Juni 2024 yang berada pada angka 50,7. Posisi ini menunjukkan kontraksi pertama kalinya sejak Agustus 2021 atau setelah 34 bulan berturut-turut terus ekspansi.
Turunnya kinerja industri manusfaktur Indonesia pada Juli tersebut, menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, karena ada permintaan pasar yang menurun. Sri Mulyani menduga adanya praktik perdagangan impor tidak sehat.
“Kalau ini adalah serangannya impor yang sifatnya unfair trade practice atau persaingan perdagangan yang tidak sehat, maka pemerintah akan melakukan langkah korektif,” ungkap Menkeu Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Hasil Rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) III 2024 di Jakarta, Jumat (2/8/2024).
Pemerintah, ungkap Menkeu Sri, berkomitmen dan berupaya melindungi industri dalam negeri untuk membendung gempuran barang impor dengan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) terhadap tujuh komoditas. Yakni, tekstil produk tekstil (TPT), pakaian jadi, keramik, perangkat elektronik, produk kecantikan, barang tekstil sudah jadi, dan alas kaki.
“Kami berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian untuk mendukung dari serangan impor,” ujarnya.
Berdasarkan laporan S&P Global Market Intelligence, perlambatan pasar secara umum mendorong penurunan marginal pada kondisi pengoperasian selama bulan Juli, dengan permintaan baru berkurang dan produksi turun untuk pertama kali dalam dua tahun. Menurut Menkeu Sri, penyebab penurunan permintaan barang baru manufaktur di Indonesia karena mengalami moderasi.
“Moderasi itu bisa domestik atau ekspor. Kalau domestik, apakah ini musiman atau ada kompetisi barang-barang impor. Kami akan investigasi terkait sisi permintaan ini,” tegasnya.
Selain itu, kondisi PMI manufaktur juga tecermin pada hasil survei Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Juli 2024 yang turun menjadi 52,4 dari IKI Juni 2024 sebesar 52,5. Perlambatan nilai IKI pada Juli lalu dipengaruhi oleh menurunnya nilai variabel pesanan baru dan masih terkontraksinya variabel produksi. Srimul mengatakan pemerintah terus mendorong m pelaku industri meningkatkan daya saing dengan instrumen fikal untuk memperbaiki PMI manufaktur ke depannya.
“Kami gunakan instrumen fiskal untuk mendorong sektor manufaktur meningkatkan daya tahan eksternal, seperti untuk industri logam dasar. Kita merumuskan kebijakan supaya masa kontraksi PMI tidak lama,” katanya. (Aji)