hayed consulting
hayed consulting
lpdb koperasi
Pajak  

Purbaya: Kondisi Ekonomi Biang Keladi Penurunan Penerimaan Pajak

Bapenda Jakarta: Penerimaan Pajak Tahun 2024 Meleset dari Target tapi Naik Rp936 Miliar dari Tahun 2023
Ilustrasi: Penghitungan pajak/dok.ist

PeluangNews, Jakarta – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengakui performa penerimaan pajak tidak menggembirakan alias mengalami penurunan.

Menkeu menyalahkan kondisi ekonomi sebagai biang keladi penurunan performa penerimaan pajak.

Bila mengacu kepada realisasi sampai September 2025, kata Purbaya, kinerja penerimaan pajak belum mencerminkan kondisi ekonomi yang tumbuh 5,01% year to date.

Dia beralasan penurunan penerimaan pajak hingga periode kuartal III/2025 terjadi karena roda perekonomian yang bergerak stagnan, khususnya di private sector pada triwulan III/2025.

“Tax ratio kan menurun karena ekonominya melambat sebetulnya di triwulan ketiga, private sector-nya ya,” kata Purbaya di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, dikutip Selasa (11/11/2025).

Meski begitu, Menkeu meyakini angka tersebut akan berangsur meningkat. Sejumlah kebijakan yang dijalankan, seperti penggelontoran dana likuiditas ke bank-bank Himbara dengan total sebesar Rp200 triliun, dapat mendorong roda perekonomian pada sektor riil.

“Triwulan keempat ‘kan kita kasih stimulus cukup besar. Uang kita gelontorkan ke sistem. Sepertinya real sector juga mulai bergerak lebih cepat. Harusnya sih akan sedikit membaik, yang jelas [tax ratio] enggak akan turun,” ujarnya, menandaskan.

Purbaya berharap dengan sejumlah kebijakan dan stimulus yang telah dijalankannya, target tax ratio 2025 dapat tercapai hingga kuartal IV. Pemungutan pajak pada tahun depan juga dapat lebih baik sehingga tax ratio dapat memenuhi target.

“Tapi yang penting nanti dengan perbaikan ini, tahun depan (2026), pengumpulan tax akan jauh lebih bagus dibandingkan sekarang, tax ratio akan meningkat,” ujarnya.

Salah satu indikator yang bisa mengukur seberapa parah pelemahan penerimaan pajak itu adalah tax buoyancy.

Skema tax buoyancy secara sederhana bisa diartikan sebagai elastisitas penerimaan pajak terhadap pertumbuhan alamiah produk domestik bruto alias PDB.

Pertumbuhan alamiah PDB diukur dari pertumbuhan ekonomi ditambah dengan inflasi. Artinya jika realisasi pertumbuhan ekonomi kumulatif dari Januari – September 2025 sebesar 5,01% dan inflasi sebesar 1,82%, maka pertumbuhan alamiah penerimaan pajak seharusnya berada di angka 6,83%.

Persoalannya sampai dengan kuartal III/2025 lalu, penerimaan pajak justru masih minus 4,4%, sehingga elastisitas penerimaan pajak hanya di angka minus 0,64.

Angka tersebut mengonfirmasi bahwa penerimaan pajak tidak elastis, karena setiap 1% pertumbuhan ekonomi tidak menghasilkan 1% penerimaan pajak.

Kinerja buoyancy tersebut juga bisa diartikan bahwa penerimaan pajak tidak sebanding dengan peforma ekonomi Indonesia, yang secara kumulatif hingga September mampu tumbuh di angka 5,01%.

Kalau melihat secara teoritik, tambah Purbaya, tinggi rendahnya tax buoyancy itu bisa diukur melalui empat indikator. Pertama, jika nilai tax bouyancy di atas 1, maka penerimaan pajak tumbuh lebih cepat dari ekonomi.

Kedua, jika nilai tax bouyancy sama dengan 1 maka penerimaan pajak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi (netral, secara proporsional tak naik atau turun).

Ketiga, jika nilai tax bouyancy di bawah 1, maka penerimaan pajak tumbuh lebih lambat dari ekonomi.

Keempat, jika nilai tax bouyancy negatif, maka penerimaan pajak justru turun ketika ekonomi tumbuh. Nilai tax buoyancy sendiri diperoleh dari perhitungan persentase perubahan penerimaan pajak dibagi dengan persentase perubahan PDB.

Dengan demikian, penerimaan pajak bukan hanya tidak responsif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, melainkan kontraktif (penerimaan pajak bergerak berlawanan dengan pertumbuhan ekonomi). .

Menkeu Purbaya hanya memiliki waktu kurang dari tiga bulan untuk mengejar target penerimaan pajak yang masih di angka 62,4% dari outlook sebesar Rp2.076,9 triliun pada tahun ini.

Kalau meleset Purbaya bakal memikul beban berat karena target pertumbuhan penerimaan pajak 2026 yang semula berada di kisaran 13% bisa menembus angka 27-30% lebih.

Hal itu berarti, target penerimaan pajak tahun depan semakin sulit dicapai, apalagi jika jurus pembenahan ekonomi Purbaya, tidak sesuai ekspektasi. []

pasang iklan di sini
[koko_analytics_counter]
octa vaganza