BANDUNG—-Tren menyelaraskan antara produksi dari sebuah bisnis hingga kelestarian lingkungan hidup sudah menjadi tuntutan global. Belum banyak dunia bisnis mulai dari tingkat mikro di Indonesia hingga tingkat korporasi yang menyadari perlunya produksi ramah lingkungan hidup itu juga dengan keberlanjutan kehidupan, termasuk bisnis itu sendiri.
Rumusan bisnis hijau adalah bisnis yang menerapkan nilai-nilai keberkelanjutan, koherensi sosial, dan ramah lingkungan. Keberlanjutan dimaksudkan bahwa bisnis hijau harus mampu mempertahankan keberlangsungan usaha.
Sementara Koherensi Sosial artinya bisnis hijau mampu menjamin kesejahteraan bagi seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam rantai usaha, dan ramah lingkungan yakni bisnis hijau mampu menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup.
Di antara yang visi pemberdayaan sekaligus juga pelestarian lingkungan hidup adalah Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK) sebuah komunitas yang menghubungkan konsumen sadar kesehatan dengan produsen yang mulai sadar produksi dengan standar kesehatan.
Menurut Cecep Kodir Jaelani Direktur Pupuk hadir untuk menjawab perlunya kegiatan pengembangan usaha kecil yang terintegrasi di semua lini ekonomi. Pada perkembangannya Pupuk mendorong pengembangan usaha kecil yang ramah lingkungan sejak 2010-an.
“Tujuannya untuk mendukung mewujudkan tatanan dunia yang lebih hijau, dengan menerapkan prinsip-prinsip sustainability, triple bottom line: People, Profit, Planet,” ungkap Cecep ketika dihubungi Peluang, Rabu (16/10/19).
Untuk mendukung misi dan visinya, Pupuk menjalin kerja sama dengan berbagai pihak seperti Komunitas 1000 Kebun, Komunitas Organic Indonesia Chapter Bandung, Komunitas Hayu Hejo KBP, dan AIKMA Kota Bandung (green produsen wanna be).
PUPUK memberikan pelatihan, workshop, financial literacy, business linkage, akses lembaga keuangan kepada pelaku-pelaku UKM.
Tambah Cecep hingga saat ini, lebih dari 100 UKM sudah mulai didukung dari Proyek ACMFN-PUPUK ini, tersebar di wilayah Greater Bandung (Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Cimahi, Sumedang, Garut, dan sebagainya).
“Bidang usaha UKM-UKM yang dibina pupuk, mulai dari pangan olahan, pertanian organik, startup technology dan hingga usaha berbeda dengan proyek PUPUK tetapi menerapkan usaha ramah lingkungan,” ujar Cecep.
Menurut Cecep lagi, pihaknya menyadari kendala dalam menjalankan bisnis hijau terletak pada biaya operasional lebih tinggi dibandingkan menjanlkan bisnis konvensional. PUPUK hanya berupaya mendekatkan antara permintaan dan penawaran memperkecil gap tersebut.
Pada akhirnya biaya tersebut tidak semata menjadi kendala, sejauh produk tersebut bisa memenuhi kebutuhan konsumen. Maka upaya lain yang dilakukan adalah mengedukasi konsumen bahwa produk ramah lingkungan adalah sesuatu yang dibutuhkan oleh mereka.
“Dalam hal inilah peran komunitas sangat besar untuk mendekatkan produk ramah lingkungan dengan konsumennya,” pungkas dia (Irvan Sjafari).