octa vaganza

Pungutan Ekspor Sawit Capai Rp34,5 Triliun di 2022

Dibandingkan tahun sebelumnya, pungutan ekspor sawit menurun karena adanya kebijakan relaksasi. Pada tahun ini, harga jual rata-rata CPO diprediksi tidak setinggi 2022 yang mencapai US$1.175 per ton.

Komoditas kelapa sawit masih menjadi salah satu andalan dalam menopang pertumbuhan ekonomi nasional. Kelapa sawit merupakan salah satu sebagai sumber devisa negara non migas, penyedia lapangan kerja, serta bahan baku berbagai industri pengolahan.  

Eddy Abdurachman, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mengatakan saat ini, sektor sawit di Indonesia melibatkan 2,4 juta petani swadaya dan 16 juta tenaga kerja. Sektor ini juga berkontribusi mendorong pertumbuhan ekonomi di triwulan III-2022 yang tumbuh positif di angka 5,72 persen.

“Industri kelapa sawit ini telah berkontribusi pada pendapatan pemerintah, keuntungan bagi perusahaan, lapangan kerja, dan meningkatkan pendapatan bagi petani kecil,” ujar Eddy Abdurachman, seperti dikutip dari laman resmi BPDPKS.

Terkait dengan kinerja penghimpunan dana BPDPKS sepanjang 2022, dari pungutan ekspor sawit diperkirakan mencapai Rp34,5 triliun, turun sebesar 52% dari 2021 sebesar Rp71,70 triliun. Penurunan pungutan ekspor sawit ini dikarenakan adanya kebijakan pemerintah membebaskan tarif pungutan ekspor (PE) CPO selama empat bulan.     

Sementara untuk kinerja imbal hasil dana kelolaan mencapai sebesar Rp800miliar. Dana kelolaan tersebut digunakan untuk menjalankan berbagai program yang meliputi pemberian dukungan untuk program mandatori biodiesel, peremajaan sawit rakyat, penyediaan sarana dan prasarana kelapa sawit, penelitian dan pengembangan, pengembangan sumber daya manusia, serta program promosi dan kemitraan.

Untuk program insentif biodiesel yang telah diimplementasikan sejak 2015, sampai akhir tahun lalu BPDPKS telah menyalurkan volume biodiesel sebesar 42,98 juta kiloliter (kl)  dengan dana yang dikucurkan sebesar Rp144,59triliun.

Seperti diketahui, Presiden Jokowi menginstruksikan untuk penerapan program pencampuran biodiesel pada Bahan Bakar Minyak (BBM) Solar sebesar 35% (B35) pada tahun ini. Rencananya B35 akan dijalankan mulai 1 Februari 2023.

Menindaklanjuti instruksi presiden tersebut, Kementerian ESDM telah menetapkan alokasi biodiesel dan badan usaha pemasok biodiesel untuk 2023 sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor 205.K/EK.05/DJE/2022 tanggal 15 Desember 2022 tentang Penetapan Badan Usaha Bahan Bakar Minyak dan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel serta Alokasi Besaran Volume untuk Pencampuran Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar Periode Januari – Desember 2023. (box terlampir).

Kementerian ESDM menetapkan alokasi biodiesel untuk B35 pada 2023 mencapai 13.148.594 kl, naik dari alokasi 2022 sebesar 11.025.604 kl. Kebijakan biodiesel B35 ini akan memengaruhi pergerakan harga CPO di pasar global karena Indonesia merupakan salah satu negara terbesar pengekspor CPO.

Outlook CPO 2023

Pada tahun ini, harga CPO di pasar global diperkirakan tidak akan setinggi 2022 yang mencapai US$1.175 per ton. Fitch Ratings memprediksikan harga CPO akan diperdagangkan US$850/ton atau MYR3.770/ton pada 2023.

“Prospek pertumbuhan permintaan minyak sawit telah didorong oleh keputusan Indonesia pada Desember 2022 untuk meningkatkan porsi bahan bakar berbasis minyak sawit dalam solar. Namun, kami perkirakan pasokan akan meningkat dari 2Q23, dan menyebabkan harga turun di 2H,” tulis Fitch Ratings pada laporannya.

Sementara Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOB) memprediksikan harga CPO akan stabil di MYR3.800/ton (US$ 861,68/ton) pada 2023 karena adanya peningkatan produksi. “Hal ini untuk mengantisipasi peningkatan produksi minyak sawit, kondisi cuaca yang diperkirakan akan membaik terutama pada paruh kedua tahun depan, serta ketersediaan pasokan minyak nabati utama lainnya yang lebih tinggi,” kata Direktur Jenderal MPOB Ahmad Parveez Ghulam Kadir dikutip Reuters.

Exit mobile version