hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza
Ragam  

Proyek Kereta Jakarta-Bandung BEP 139 Tahun

Semula, proyek ini diperhitungkan butuh biaya Rp86,5 triliun, kini meroket jadi Rp114,24 triliun. Dengan menyertakan dana APBN, yang semula disangkal, realisasi proyek ini tak sesuai dengan janji pemerintah.

PROYEK pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) baru saja mendapatkan persetujuan dari pemerintah terkait Penyertaan Modal Negara (PMN) dan komitmen utang dari China Development Bank (CBD). Biaya proyek KCJB membengkakan dan gagal memenuhi target awal penyelesaiannya. Semula, diperhitungkan butuh biaya Rp86,5 triliun, kini menjadi Rp 114,24 triliun alias membengkak Rp27,09 triliun. Target penyelesaian pun molor dari 2019 ke 2022. 

Lonjakan biaya investasi itu bahkan sudah jauh malampaui dana pembangunan yang ditawarkan Jepang melalui JICA, meski pihak Tokyo menawarkan bunga utang lebih rendah. Perkembangan realisasi proyek ini tak sesuai dengan janji pemerintah. Agar tidak mangkrak, pemerintah mau menambal kekurangan dana dengan duit APBN melalui skema penyertaan modal negara (PMN).

Padahal, dalam beberapa kesempatan, baik Joko Widodo maupun para pembantunya, berungkali menegaskan, proyek KCJB adalah murni dilakukan BUMN. Bahwa akan sepenuhnya menggunakan skema business to business. Biaya investasi sepenuhnya berasal dari modal anggota konsorsium dan pinjaman dari Cina, atau dari penerbitan obligasi perusahaan.

“Proyek ini tidak menggunakan APBN. Kita serahkan BUMN. Kita tidak ingin beri beban pada APBN. Tidak ada penjaminan dari pemerintah,” kata Jokowi dikutip dari laman Sekretariat Kabinet pada 15 September 2015.” Jangankan menggunakan uang rakyat, pemerintah bahkan sama sekali tidak memberikan jaminan apa pun pada proyek tersebut apabila di kemudian hari bermasalah.

Janji itu, seperti biasa, tinggal janji. Kini, pemerintah berencana mengalokasikan PMN ke proyek KCJB senilai Rp4,3 triliun untuk pemenuhan base equity capital KCJB. Base equity capital yang mesti dibayar oleh konsorsium BUMN yakni PT Kereta Api Indonesia (KAI) Rp440 miliar, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk Rp240 miliar, PT Jasa Marga (Persero) Tbk Rp540 miliar, dan PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII) Rp3,1 triliun. Setoran modal awal senilai Rp4,3 triliun dari APBN akan disuntik melalui Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) tahun 2021.

Jika KCJB jadi, kapan utang itu bisa dilunasi? Ekonom senior Faisal Basri punya simulasi sederhana. Dalam skenario paling buruk, balik modal dalam 139 tahun. “Kalau nilai investasi Rp114 triliun, dengan kursi yang diisi 50 persen dengan jumlah trip sekitar 30 kali sehari dan harga tiket Rp250 ribu, makaKCJB baru balik modal 139 tahun. Ini aja belum memperhitungkan biaya operasi,” ujarnya.

Dengan nilai investasi sama, jumlah kursi yang terisi lebih tinggi atau sebesar 60 persen dan jumlah trip sebanyak 35 trip sehari dan dengan harga tiket Rp 300 ribu, maka proyek ini akan balik modal dalam 83 tahun. Skema lain, bila kereta cepat diisi oleh penumpang sebanyak 80 persen dari kuota dengan jumlah trip 30 kali sehari dan harga tiket Rp 350 ribu; lama balik modal 62 tahun.

Skenario optimistisnya, dengan jumlah penumpang penuh atau 100 persen, dengan 39 trip sehari, dan harga tiket Rp400 ribu, balik modal hanya 33 tahun. Simulasi optimistis lainnya, bila kereta mampu menampung 100 persen penumpang sepanjang tahun dan jumlah rangkaian melayani perjalanan hingga 36 trip dalam sehari dan harga tiket Rp300 ribu, maka butuh 45,6 tahun untuk balik modal.●(Zian)

pasang iklan di sini