Produk industri lokal paling banyakadalah APD jenis coverall. Namun, tidak semuanya diketahui standarnya.Bahannya harus terbuat dari serat sintetis dengan pori-pori 0,2–0,54 mikron. Kualitas bahannya harus lulus uji material di laboratorium terakreditasi.
SEMAKIN banyak kematian, nyawa manusia cenderung terkonversi menjadi sekadar angka-angka. Statistik belaka. Divisualkan dalam infografik. Dibanding-bandingkan antarnegara. Disandingkan hingga kehatuan siapa di peringkat teratas, top seeded. Di sana sini terselip feature beruansa human interest. Tapi total korban nyawa sejagat yang 218.770 orang, 784 di antaranya dari Indonesia (29 April, 19:29) sangat tak layak diposisikan sebagai substansi sekunder pemberitaan.
Dari 784 korban nyawa itu, Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan Reformasi (FSP Farkes/R) mencatat 44 dokter dan perawat (12/4). Ada 32 dokter dan 12 perawat yang meninggal dunia akibat terinfeksi coronavirus desease/covid-19. Hingga, pantas jika serikat pekerja mendesak pemerintah mengutamakan keselamatan tenaga medis. Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) menuntut hal yang sama: agar semua sarana dan prasarana kesehatan ditingkatkan.
Sarana dan prasarana yang dimaksud khususnya adalah alat pelindung diri (APD). Tenaga medis perlu melengkapi diri dengan maksimal, sesuai standar WHO. Ke dalam APD mencakup Masker, Pelindung mata, Pelindung wajah, Sarung tangan medis, Penutup kepala, Sepatu pelindung, dan Gaun medis.
Yang agak luput dari perhatian sejauh ini dalah soal Gaun medis. Jenis gaun ini (mestinya) terbuat dari bahan serat sintetis, seperti polypropylene, poliester, dan polyethylene, yang dikombinasikan dengan plastik. Untuk gaun yang bisa dipakai ulang—yang dapat digunakan lagi setelah dicuci—pemakaiannya bisa hingga 50 kali, selama gaun tidak robek atau rusak. Gaun ini terbuat dari bahan katun atau poliester, atau kombinasi keduanya.
Produk industri dalam negeri yang paling banyak adalah APD jenis coverall dengan beragam variasi dan harga. Namun, tidak semuanya diketahui standarnya. Padahal roduk coverall tersebut harus bisa menutup diri dari ujung kepala hingga kaki. Bahannya harus terbuat dari serat sintetis dengan pori-pori sangat kecil, yakni 0,2-0,54 mikron. Kualitas bahan tersebut harus pula lulus uji material di laboratorium terakreditasi.
Pemilihan APD untuk mencegah persebaran infeksi virus vorona tidak bisa dilakukan sembarangan. Kriteria APD ideal untuk mencegah dan melindungi tubuh dari paparan virus corona kriteria adalah: Mampu melindungi tubuh dari percikan dahak yang bervirus; Tidak mudah rusak; Ringan dan tidak membatasi gerak atau menimbulkan rasa tidak nyaman; Mudah dibersihkan.
Komponen APD yang berkenaan dengan kepentingan khalayak luas adalah Masker. Penutup area hidung dan mulut yang wajib digunakan siapa pun yang bepergian ke luar rumah. Ada dua jenis masker, yaitu masker bedah dan masker N95. Masker bedah khusus tenaga medis, yang digunakan sekali pakai, dan Masker N95. Sedangkan Masker N95 terbuat dari bahan polyurethane dan polypropylene ini mampu menyaring hampir 95% partikel ukuran kecil bila ukurannya sesuai.
Masyarakat dianjurkan mengenakan masker non-medis seperti yang terbuat dari kain. Masker kain berpotensi memberikan perlindungan yang signifikan terhadap transmisi partikel aerosol. Kain hibrida mampu menyaring partikel. Partikel virus corona berdiameter 80-120 nanometer. Kain hibrida itu, misalnya, kapas dengan sutra, kapas dengan sifon atau kapas dengan flanel. Efisiensi filtrasinya sekitar 80% untuk ukuran partikel <300 nanometer dan 90% untuk partikel >300 nanometer.
Kecemasan terbesar lainnya berkenaan dengan ketersediaan ventilator yang ala kadar. Alat bantu pernapasan itu menjadi yang sangat dibutuhkan pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 parah. Infeksi virus mematikan ini menyerang paru-paru hingga pasien kesulitan bernapas. Jika tubuh kekurangan oksigen, dalam beberapa menit saja, ancamannya nyawa. Ventilator dikembangkan juga selama PD II untuk memasok oksigen ke pilot pesawat tempur yang terbang di ketinggian.
Bicara harga, alat bantu pernapasan impor itu memang mahal. Antara Rp500 juta hingga Rp700 juta per unit. Kenapa mesti impor? Tak bisakah dibuat di dalam negeri? Ternyata, seperti dikemukakan Menteri BUMN, Erick Thohir, impor alat kesehatan (alkes) merupakan lading empuk mafia alkes, selama ini—tanpa menunjuk batang hidung. Kenapa mafia tak diberantas? Erick memilih membentuk sub holding farmasi sebagai langkah pemberantasan.
Seiring mengganasnya pandemic covid-10, karya ventilator anak bangsa pun bermunculan. Alat ventilator portabel besutan BPPT bakal disertifikasi oleh Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) di bawah Kementerian Kesehatan.
kita mempertimbangkan tadi bisa murah karena Dengan komponen yang terbuat dari akrilirik, tidak perlu metal, alat bantu pernapasan lokal ini bisa dibanderol pada kisaran Rp10 juta per unit.
Produk yang diluncurkan PT Pindad khusus untuk digunakan tipe pasien akut. PT Dirgantara Indonesia merilis untuk tipe pasien moderat. PT Pindad yang biasa membuat senjata dan kendaraan militer kini siap memproduksi 200 ventilator per bulan bekerja sama dengan UGM dan UI. Sedangkan PT DI yang biasa memproduksi pesawat terbang bekerja sama dengan ITB dan Yayasan Salman ITB bisa memproduksi 500 ventilator per pekan.
Keseriusan pemerintah menanggulangi pandemi covid-19 justru dipertanyakan banyak pihak luar. Membiarkan masuk ribuan pendatang Tiongkok selama masa pandemic jelas konyol dan tolol. Karantina wilayah (lockdown) tak dilakukan lantaran tak punya fulus. Kebijakan PSBB dengan kepedulian setengah hati boleh dibilang ibarat menerapkan herd immnunity malu-malu.
Di tengah pandemi yang entah kapan berakhirnya, patut disyukuri ada pribadi seperti Nurhayati Subakat, pendiri dan pemilik kosmetik Wardah yang telah mendonasikan Rp50 miliar. Juga Gemas (Gerakan Memakai Masker) Baim Wong yang mengucurkan Rp15 miliar untuk menggratiskan 30 juta masker.H. Sandiaga Salahuddin Uno selaku Koordinator Relawan Indonesia Bersatu Lawan Covid-19 memberikan bantuan 10 juta masker, 1 juta APD, 25 mobil unit disinfektan, 10.000 alat semprot disinfektan (22/4). Hari Selasa (28/4), telah datang 20 ton bantuan alkes dari pemerintahan UAE, di Terminal Cargo Internasional.
Mohon maaf, jangan bandingkan kita dengan Turki. Kementerian Kesehatan Turki, Senin (27/4) menjemput seorang pasien Turki yang sedang dalam perawatan pneumothorax (paru-paru mengempis) di sebuah rumah sakit di Moskow. Haluk Hasan Seyithanoğlu, mahasiswa (24 tahun) yang sedang kuliah kedokteran di Rusia, dijemput dengan pesawat ambulans; dipindahkan ke rumah sakit Bezmialem di Distrik Dragos, Istanbul. Sebelumnya, sebuah jet ambulans Turki lepas landas dari bandara Kota Malmo, Swedia, membawa Emrullah Gulusken (47 tahun) dan keempat anaknya kembali ke Turki.●(dd)