
PeluangNews, Jakarta – Indonesia Health Development Center (IHDC) resmi meluncurkan laporan publik hasil kajian Reinterpretasi Ideologi Kesehatan Indonesia: IHDC Model 2025 di Hotel Luwansa, Jakarta, (20/8/2025). Acara ini dihadiri perwakilan pemerintah, akademisi, organisasi profesi kesehatan, media, hingga komunitas masyarakat.
Prof. Nila F. Moeloek, inisiator sekaligus Ketua Dewan Pembina IHDC yang juga Menteri Kesehatan RI 2014–2019, menegaskan pentingnya membangun sistem kesehatan berbasis ideologi.
“Kesehatan adalah soal ideologi, bukan sekadar urusan teknis atau statistik. Kita harus membangun sistem kesehatan dengan fondasi nilai keadilan. Pancasila harus hadir nyata dalam setiap kebijakan kesehatan, termasuk dalam menghadapi tantangan globalisasi,” ujarnya.
Menurut Prof. Nila, kajian ini lahir dari keinginan untuk berkontribusi terhadap kondisi kesehatan Indonesia yang menghadapi tantangan semakin kompleks. “Tanpa partisipasi yang nyata dan kolektif, ideologi hanyalah slogan. Kita ingin rakyat merasa menjadi pemilik sistem kesehatan, bukan hanya pengguna yang pasrah,” tegasnya.
Ketua tim peneliti IHDC, Dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, memaparkan enam dimensi utama ideologi kesehatan hasil kajian para pakar lintas disiplin, yaitu kedaulatan, komunitas dan solidaritas, kesetaraan, ekonomi dan jaminan pembiayaan, pendidikan dan promosi kesehatan, serta tata kelola.
“Setiap dimensi dilengkapi indikator keberhasilan terukur, seperti roadmap kemandirian, rasio tenaga kesehatan di daerah tertinggal, tingkat kepesertaan JKN, indeks literasi kesehatan, hingga sistem audit sosial digital,” jelas Dr. Ray.
IHDC menekankan bahwa roh utama dari semua dimensi adalah partisipasi rakyat. Partisipasi bukan sekadar formalitas, tetapi keterlibatan bermakna dalam merumuskan, melaksanakan, hingga mengevaluasi sistem kesehatan.
Empat pakar kunci turut memperkuat kajian ini. Guru besar antropologi Prof. Semiarto Aji Purwanto dan pakar hukum kesehatan Djarot Dimas, SH, MH menyebut Pancasila sebagai fondasi paling sesuai untuk mewujudkan keadilan substantif. “Keadilan adalah fairness, yaitu keberpihakan pada yang paling rentan, bukan sekadar distribusi angka,” ujar Djarot.
Sementara Prof. Ascobat Gani, ekonom kesehatan, bersama jurnalis kesehatan Adhitya Ramadhan, SIP, menekankan pentingnya prinsip partisipatori. “Komunitas harus dilibatkan secara kualitas agar kesehatan dibangun secara ideologis dan berkelanjutan,” tegas Adhitya.
IHDC mendorong agar hasil kajian ini diintegrasikan ke dalam dokumen strategis pembangunan nasional, termasuk kebijakan kesehatan, serta menjadi basis advokasi lintas sektor dan gerakan civil society.
Dalam penutupan acara, IHDC menyerahkan Executive Summary Blueprint Ideologi Kesehatan IHDC Model 2025 kepada perwakilan pemerintah, akademisi, dan media. IHDC juga berkomitmen melanjutkan kajian melalui publikasi ilmiah, forum diskusi publik, dan kampanye edukasi masyarakat.