
PeluangNews, Jakarta — Realisasi produksi batu bara nasional sepanjang semester I 2025 tercatat mencapai 357,60 juta ton, atau 48,34 persen dari target produksi tahun ini yang sebesar 739,67 juta ton.
“Target produksi batu bara pada 2025 itu 739,67 juta ton. Nah, dari 739,67 juta ton itu, sekarang yang baru berproduksi sudah 357,6 juta ton,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dalam konferensi pers capaian kinerja semester I Kementerian ESDM di Jakarta, Senin (11/8/2025).
Dari total produksi tersebut, sebanyak 104,6 juta ton dialokasikan untuk memenuhi kewajiban pasar domestik (domestic market obligation/DMO) ke PLN sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Sementara itu, 238 juta ton diekspor, dan 15 juta ton menjadi stok nasional.
“Di satu semester ini, kita sudah mengekspor 238 juta ton batu bara,” ujar Bahlil.
Ia mengungkapkan, harga batu bara dunia saat ini turun sekitar 25–30 persen akibat ketidakseimbangan antara suplai dan permintaan. Kondisi ini, menurutnya, dipicu oleh penerbitan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) mineral dan batu bara yang memberi ruang bagi penambang untuk berproduksi selama tiga tahun, sehingga pemerintah sulit mengendalikan produksi ketika harga global melemah.
“Ke depan, atas apa yang diminta oleh DPR kepada kami untuk melakukan revisi RKAB, ini akan kami lakukan tanpa pandang bulu, supaya menjaga stabilitas,” tegasnya.
Bahlil menambahkan, jika harga batu bara belum membaik, pengelolaan harus dilakukan dengan hati-hati agar tetap memberikan keuntungan bagi pengusaha dan pendapatan negara, sekaligus menjaga keberlanjutan sumber daya untuk generasi mendatang.
Kementerian ESDM juga meminta perusahaan tambang mengajukan RKAB baru pada Oktober 2025. Perubahan kebijakan ini merupakan hasil kesepakatan antara Menteri ESDM dengan Komisi VII DPR, yang menetapkan persetujuan RKAB akan dilakukan setiap tahun, bukan lagi tiga tahun sekali. (Aji)