
PeluangNews, Jakarta – Dugaan praktik kecurangan beras yang tidak sesuai standar, dan berpotensi merugikan konsumen hingga Rp99,35 triliun per tahun ditanggapi Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Ketua YLKI Niti Emiliana meminta pemerintah menindak tegas praktik kecurangan penjualan beras tersebut.
“Pemerintah harus menindak tegas pelaku usaha perberasan yang membuat kerugian masyarakat konsumen hampir Rp100 triliun per tahun,” ujar Niti dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (27/6/2025).
Dia mengingatkan ancaman pidana menanti apabila beras yang diproduksi tidak sesuai dengan standar. Pelaku terancam pasal 8 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana lima tahun dan denda Rp2 miliar.
Perbuatan oknum penjual beras yang tidak sesuai dengan standar akan menurunkan kepercayaan konsumen terhadap kualitas beras di pasaran. Karena itu, harus dapat dijelaskan pada konsumen terhadap kualitas dan kuantitas atas komoditi beras yang dijual di pasaran.
YLKI juga mendorong Kementerian Perdagangan melakukan revisi UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 atau melengkapinya aturan hukum dengan sanksi yang ketat terhadap komoditi esensial atau komoditi penting bagi kehidupan bangsa.
“Termasuk di antaranya bahan pangan,” tegasnya.
Dia menuturkan konsumen berhak memperoleh komoditas esensial dengan harga wajar, kualitas terjamin, dan distribusi lancar, sehingga kebutuhan pokok tetap tersedia dan tidak menimbulkan keresahan akibat kelangkaan atau harga tinggi.
Pengawasan ketat terhadap peredaran beras di pasaran, tambah Niti, sangat penting untuk memastikan kesesuaian kualitas dan kuantitas, serta penegakan sanksi kepada pelaku usaha yang melanggar standar mutu yang berlaku.
YLKI juga mendorong adanya posko pengaduan konsumen terkait produk beras yang tidak sesuai dengan standa. Lainnya, YLKI membuka ruang pengaduan bagi konsumen mengenai permasalahan beras di pasaran.
Sebelum ini, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkapkan adanya potensi kerugian masyarakat konsumen hingga Rp99,35 triliun per tahun akibat dugaan praktik kecurangan dalam perdagangan beras.
Kementerian Pertanian (Kementan) telah melakukan investigasi terhadap mutu dan harga beras yang beredar di pasaran bersama Satgas Pangan, Polri, Kejaksaan hingga Bapanas.
Investigasi gabungan itu menemukan praktik-praktik kecurangan yang dilakukan pelaku usaha beras di pasaran, baik dalam kategori premium maupun medium, menunjukkan tidak sesuai volume, tidak sesuai harga eceran tertinggi (HET), dan tidak teregistrasi Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT).[]