hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza
Opini  

Prabowo dan Upaya Melepas Bayang-bayang Jokowi

Ilustrasi: Presiden Prabowo berjabat tangan dengan Jokowi/Dok. Ist

Oleh: Edy Mulyadi

RESHUFFLE pada 8 September 2025 bukan ujug-ujug, apalagi acak. Kita harus membacanya dengan jeli dan teliti. Ini babak baru Presiden Prabowo. Mantan Menhankam itu mulai berani melepaskan diri dari bayang-bayang Joko Widodo alias Jokowi. Paling tidak begitu analisis, atau lebih tepatnya harapan, banyak kalangan.

Reshuffle perdana yang dilakukannya langsung menebas anggota Geng Solo. Budi Arie dan Sri Mulyani. Prabowo bahkan menempatkan dirinya berhadapan langsung dengan Megawati saat mencopot Menkopolhukam Budi Gunawan.

Meski diapresiasi, publik berharap reshuffle kali ini cuma ‘hidangan pembuka’. Selanjutnya harus ada reshuffle jilid 2, 3, dan seterusnya. Sampai kapan? Sampai unsur Geng Solo habis disapu bersih.

Ada 17 menteri warisan Jokowi. Yang dicopot Prabowo baru dua, itu kalau Budi Gunawan tidak dihitung bagian dari Geng Solo. Masih ada 15 menteri lain warisan mantan tukang mebel, yang oleh OCCRP dimasukkan kedalam daftar kandidat koruptor besar dunia.

Mereka bukan cuma kerikil di dalam sepatu. Gerombolan itu duri dalam daging. Kesetiaan ganda pada Jokowi bisa jadi bom waktu. Prabowo harus bisa memastikan, bom itu tidak meledak dalam genggamannya.

Sebagian kalangan menilai Prabowo bermain cantik. Misalnya ketika dia menyindir Budi Arie dengan, “Mau ke PSI atau Gerindra?” Itu kode halus sebelum pemecatan. Saking halusnya, Budi baru tahu akan dicopot beberapa jam sebelumnya. Saat itu dia sedang minta tambahan anggaran Rp8 triliun untuk Koperasi Merah Putih di DPR. Akhirnya, Budi Gunawan, Sri Mulyani, Budi Arie, Abdul Kadir Karding, dan Dito Ariotedjo semua dicopot. Kursi mereka diisi loyalis Gerindra. Ada Ferry Juliantono, misalnya, yang naik menggantikan Budi Arie. Ini jelas bukan pemecatan acak, melainkan pembersihan sistematis.

*Harus Sapu Bersih*

Namun apa yang dilakukan Prabowo masih jauh dari cukup. Dia harus lepas total dari bayang-bayang dan cengkeraman Jokowi. Rakyat sudah marah dengan pola korupsi, nepotisme, dan politik keluarga ala Jokowi. Gibran sebagai Wapres menandai masih kuatnya bayangan itu. Selain itu kawanan loyalis warisan di kabinet jelas ancaman. Mereka bisa menjegal agenda Prabowo.

Prabowo butuh legacy sendiri. Ikatan dengan Geng Solo harus diputus total. Apa gunanya Raffi Ahmad dan Deddy Corbuzier dalam jabatan publik? Mereka bermodal popularitas, petantang-petenteng unfaedah dan menghabiskan anggaran.

Resisten terhadap reshuffle? Pasti ada. Mereka biasa disebut para Termul alias ternak Mulyono. Sebagian memang dapat remah-remah. Jabatan komisaris, proyek, atau uang tunai. Tapi banyak juga yang rela mencopot akal warasnya lalu menyimpannya di gorong-gorong tanpa dapat apa-apa. Tugas mereka sangat berat. Selain pecah gesang nderek Jokowi, juga harus mampu terus-menerus pura-pura bahagia. Jadi, abaikan saja!

Sepuluh tahun berkuasa, Jokowi meninggalkan warisan noda gelap. Utang Rp8.461 triliun dengan bunga super tinggi. Hukum tebang pilih. Sumber daya alam (SDA) dikuasai oligarki asing dan aseng. Juga penelikungan MK demi dinasti politik. Semua ini memicu amuk rakyat yang sulit dibendung.

Duri dalam daging, tentu, tak boleh dibiarkan berlarut-larut. Prabowo memang mulai membersihkan kabinet. Tapi, sekali lagi, itu tidak cukup. Sapu bersih Geng Solo, barulah kabinet bisa lari kencang sesuai harapan. Jika tidak, justru Prabowo yang bisa tergilas.

Indonesia butuh transisi matang. Prabowo harus lepas dari bayangan Jokowi dengan agenda inklusif. Copot Kapolri dan reformasi kepolisian. Berantas korupsi sampai ke akarnya. Dengarkan suara rakyat, bukan elite apalagi konglomerat. Hanya dengan begitu kita bisa hindari instabilitas. Bergerak maju. Bukan mengulang drama lama. []

[Penulis adalah Wartawan Senior]

pasang iklan di sini