octa vaganza

Potret Wisatawan Milenial dalam “ Trinity Traveler”

Ingin melihat seperti apa selera  wisatawan generasi milenial, maka film “Trinity Traveler” cukup menggambarkannya.  Nikmati petualangan Tokoh utamanya Trinity (Maudy Ayunda) seorang blogger sekaligus vlogger dengan dukungan kamera ponsel android tercanggih hilir mudik mulai dari Maladewa, Filipina, Spanyol, hingga Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. 

Begitu cintanya Trinity pada wisata begitu lrela kerja lembur agar target pekerjaan yang dibebankan perusahaannya pada dirinya bukan saja tepat waktu, tetapi bisa lebih cepat agar bisa cuti. Dia juga rela menunggu tengah malam agar mendapat diskon tiket. 

Sutradara Rizal Mantovani mampu mengeksekusinya dengan baik, seperti komposisi panorama pantai Maladewa yang bening dengan pondok wisatawan, berburu kuliner di pasar Manila hingga komodo berebut makanan bak film dokumenter seperti  “National Geographic” yang dipindahkan dalam film cerita.

“Trinity Traveler” juga mampu mendeskripsikan tata cara membuat laporan wisata secara daring,  bagaimana kelengkapannya, termasuk juga menagkomodir keinginan endoser yang menjadi sumber penghasilan seorang blogger. 

Dari segi sinematografi dan panduan untuk berwisata dan bagaimana anak milenial begitu menikmati enaknya berfoto “Trinity Traveler” sebuah referensi.  Jelas perbedaan antara wisatawan dari generasi lebih tua senang berwisata berombongan, anak milenial lebih suka sendiri kalau pun dengan teman hanya kelompok kecil.

Kesulitan dalam membuat film perjalanan dari segi cerita, terutama kalau ingin menjadikannya sekaligus drama romantis. Film “The Beach” (2000) karya sutradara Danny Boyle yang dibintangi Leonardo DiCaprio dan Virginie Ledoyen adalah paduan berhasil. Bagaimana para turis bule menemukan surga di Asia Tenggara saling bertemu dan jatuh cinta, hingga berurusan dengan warlord narkoba menjadi cerita yang kuat.

 Segi romantis di sini ialah sosok misterius  Mr X yang membantu Trinity dalam perjalanannya membuatnya menduga jangan-jangan sosok itu adalah bule bernama Paul (Hamish Daud) yang dikenalnya di sebuah destinasi wisata.  Bule yang yakin kalau jodoh akan bertemu.

Sementara di sisi lain Bapak (Farhan) dan Ibu (Cut Mini) mendesak Trinity untuk menikah.  Namun Trinity masih ingin menikmati hidup dan juga dapat beasiswa di Amerika Serikat.  Dilema antara mengejar cinta dan keinginannya juga ingin ditampilkan dalam film ini.

Begitu juga hubungan Trinity dengan sahabatnya,  Yasmin (Rachel Amanda) dan Nina (Anggika Bolsteri) dan sepupunya Ezra (Babe Cabita).  Dalam sejumlah adegan hubungan antar sahabat ini justru menarik dan chemistrinya mengalir, dan lebih kuat dibanding romantis dengan Paul. Dialog antar sahabat ini begitu manusiawi, ya seperti di dunia nyata, juga hubungan antara Trinity dan kedua orangtuanya.

Kalau dipadukan jatuhnya memang ya, memang ini cerita wisatawan yang bisa terjadi pada siapa saja. Hanya saja Trinity diceritakan berhasil menerbitkan buku pertamanya menjadi best seller.

Film diangkat dari penulis bernama sama yang menerbitkan buku perjalanan juga.  Hal hasil kalau ingin menikmati sebagai kisah perjalanan hidup wisatawan, ya memang realistis dan tidak mengada-ngada.

Pertanyaannya, apakah semua penonton menikmatinya? Ketika berkesempatan menonton press screening film ini, beberapa penonton di sebelah saya ada yang mengutak-ngutik ponselnya sejak di pertengahan film.

Pendeknya film ini lebih berhasil sebagai potret wisatawan milenial dan itu patut diacungkan jempol (Irvan Sjafari).

Exit mobile version