Dulu harga jengkol melonjak drastis, sampai mengalahkan harga daging. Kini harga cabai boleh dibilang lebih gak masuk akal, gila-gilaan melampaui harga daging.
Di sebuah supermarket, tertera banderol Rp159.900/kilo cabai rawit merah. Ironisnya, petani jengkol ataupun petani cabai tak kunjung mendapatkan keuntungan yang signifikan. Hidup mereka gitu-gitu aja. Sebab, yang kaya raya tetap saja para tengkulak dan pengepul.
Hidup di negara yang tanahnya gemah ripah loh jinawi, selain itu kaya akan sumber daya alam, lagi pula sektor pertanian adalah lambang kekuatan ekonomi rakyat.
Tapi lagi² rakyatnya hanya dihadapkan pada paradoks, sebuah cerita yang bikin kita sesak nafas. Negara kaya, tapi rakyatnya tak kunjung merasakan kemakmuran.
Ini yang salah pengelola negaranya atau memang para pemegang kekuasaan yang telah membiarkan mafia² kartel bergerak secara liar dan tak terkontrol sehingga dengan bebas bermain tabrak sana tabrak sini?
Bila benar rumor tiga periode bergulir tanpa mengindahkan Konstitusi, bersiap-siaplah rakyat kecil akan mati tanpa ampun. Dan negara yang katanya gemah ripah loh jinawi tata tentrem karta raharja ini hanya akan tinggal cerita. Semoga tidak.
Ibhas Kiswotomo
Kramat Sentiong, Jakarta