JAKARTA-—Menjelang diberlakukannya regulasi “New Normal” atau Tatanan Baru kehidupan sosial masyarakat pasca pandemi Covid-19, Pusat Inkubator Bisnis & Kewirausahaan Ikopin (PIBI Ikopin) kembali menggelar seminar berbasis web (Webinar).
Tema seminar seputar dunia usaha khususnya UMKM yang menjadi tugas & fungsi khusus PIBI Ikopin selama ini. Webinar yang bertajuk Restrukturisasi Bisnis UMKM Pasca Covid-19 ini dilaksanakan pada 29 Mei 2020.
Direktur PIBI Ikopin Indra Fahmi menyampaikan, kegiatan Webinar ini mendapat dukungan dari berbagai pihak. Selain Rektor Ikopin dan jajarannya, seminar ini didukung pihak Kementerian Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah RI.
Ikut mendukung Bank Indonesia Kantor Perwakilan Jawa Barat, PT Sriboga Bakries, Tenant PIBI Ikopin dan mitra-mitra UKM PIBI Ikopin lainnya.
Webinar diisi oleh tiga narasumber, yaitu : Eddy Satria (Deputi Bidang Restrukturisasi & Usaha – Kementerian Koperasi dan UKM RI), Herawanto (Pimpinan Cabang Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat) dan Dudut Prasetyo (Direktur PT Sriboga Bakeries dan Direktur Blang Ponte Tour and Travels) diikuti sebanyak 674 peserta melalui link aplikasi zoom meeting yang telah disediakan oleh panitia.
Tercatat peserta berasal kalangan akademisi, praktisi pendidikan dan pelaku UKM (kuliner, konveksi, pertanian, peternakan, perikanan dan jasa), adapun peserta terbanyak berasal dari Propinsi Jawa Barat sebanyak 55.1 %, sedngkan sisanya berasal dari 29 Provinsi di Indonesia serta 3 dari Luar Negeri (Belanda, Philipina dan Malaysia).
Dalam sambutan pembukaannya Rektor Ikopin Burhanuddin Abdullah mengatakan, beberapa bulan terakhir ini, fokus perhatian tertuju pada bagaimana cara memutus penyebaran pandemi Covid-19.
Fakta menunjukkan bahwa langkah-langkah untuk memutus penyebaran virus corona ini, di mana pun termasuk di Indonesia, berdampak sangat buruk pada perekonomian.
Sebagian masyarakat diminta untuk menghentikan gerak dan kegiatannya mengikuti anjuran protockl kesehatan. Maka perekonomian pun mendekati kelumpuhan (paralysis).
Berbagai perkiraan menunjukkan bahwa perekonomian dunia akan tumbuh negatif termasuk perekonomian Indonesia yang pada kwartal I hanya tumbuh 2,97% jauh lebih rendah dari perkiraan semula sebesar 5,07%.
“Banyak yang menduga termasuk Pemerintah bahwa tidak tertutup kemungkinan perekonomian Indonesia pada 2020 akan tumbuh negatif -0.4 %. Kondisi ini telah memberikan dampak besar terhadap pelaku UMKM,” papar Burhanudin dalam keterangan pers, 4 Juni 2020.
Berbeda dengan krisis ekonomi pada 1998 dan 2008, UMKM dapat menjadi penopang ekonomi nasional karena saat itu mayoritas mereka belum mendapatkan akses finansial dan permodalan sehingga tidak mendapatkan pengaruh besar.
Namun kali ini, UKM menjadi salah satu yang paling rentan atas imbas Covid-19. Padahal peran mereka sangat besar. Sekitar 97% dari keseluruhan angkatan kerja mendapat penghidupan dari sektor ini. Sekitar 60% dari PDB dan 14% ekspor kita disumbang oleh UMKM.
Penyakit lama yang masih diidap UMKM yang biasa disebut “lack of”, (kurangnya keterampilan dan jiwa wirausaha, kurangnya akses permodalan, lemahnya kelembagaan dan kurangnya jangkauan pemasaran dll) tiba-tiba ditambah lagi dengan wabah yang membuat mereka sulit bernafas dalam mempertahankan eksistensinya.
“Dalam menyikapinya kita berharap ada upaya-upaya restrukturisasi menyeluruh pada aspek-aspek aset, permodalan dan manajemen,” imbuh dia.
Hal tersebut akan memungkinkan perusahaan dapat beradaptasi dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, berkinerja lebih sehat, dan berkembang di kemudian hari. Banyak cara atau teknik yang dapat dipilih untuk melakukannya.
Rescheduling, haircut, debt to asset swap, pemberian utang baru, reorganisasi adalah sebagian dari cara-cara tersebut. dan, masih banyak lagi.
Pemerintah kita cukup sigap menanggapi situasi ini. dengan dikeluarkannya PP No 23 tahun 2020 tentang Program Pemulihan Ekonomi Nasional untuk melindungi perekonomian agar dapat bertahan, menghindari PHK, dan meningkatkan kemampuan usaha rakyat.
“Tentu kita dan terutama para pengusaha UMKM turut gembira dengan program tersebut. Apalagi setelah menyimak di dalamnya ada program restrukturisasi kredit dan tambahan modal kerja termasuk untuk UMKM,” papar Burhanuddin.
Langkah tersebut dinilai bagus, tetapi hal itu tidak berada dalam kendali kita sehingga dinilai belum selesai.
Pengusaha yang kreditnya direstruktur mungkin akan memperoleh perpanjangan nafas dengan keuntungan waktu (rescheduling) dan atau subsidi bunga (haircut) atau juga dapat tambahan KMK jika UMKM tersebut punya track record yang bagus.
Akan tetapi dari semua kemudahan yang diperoleh tersebut, masalah keuangan/permodalan UMKM ybs tetap seperti dulu.
Yang bersangkutan tetap harus menyelesaikan pada waktu yang disepakati. Oleh karena itu, dalam kerangka restrukturisasi usaha yang kita pikirkan, setelah selesai dengan uji tuntas (due diligence), maka ada baiknya kita fokus pada hal-hal atau bidang yang berada dalam kendali kita untuk memperbaikinya.
Langkah-langkah strategis lainnya adalah dengan memikirkan kembali visi dan misi perusahaan, pengorganisasian, pengembangan jaringan kelembagaan, dan tata-kelola, serta peningkatan kemampuan dan keterampilan individual haruslah mendapat tempat teratas.
Kemudian penting juga para pelaku UMKM untuk bersatu. Hal ini akan terasa demagogis dan terkesan agak klise. Tetapi realita menunjukkan bahwa sebagian pasar UMKM adalah buyers market.
“Karena itu, maka seruan untuk menggalang kebersamaan agar memiliki kedudukan tawar-menawar yang tinggi patut dipertimbangkan. misalnya dengan mendirikan koperasi UMKM sejenis,” pungkasnya.
Sementara Deputi Bidang Restrukturisasi Usaha Kemenkop & UKM Eddy Satriya selaku pembicara pertama membawakan paparan materinya yang bertajuk “Peran Pemerintah Bagi Keberlangsungan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Terdampak Pandemi Covid-19”, menyampaikan 3 (tiga) poin utama yaitu : Kondisi eksisting UMKM dan Koperasi Dampak Covid – 19, Peran Pemerintah dan Rencana Reaktivasi & Pemulihan Usaha KUMKM.
“Dalam menyikapi pandemi ini saat ini pemerintah telah meluncurkan sejumlah program untuk KUKM,” kata Eddy.
Di antara program tersebut, ujar Eddy, lima skema Perlindungan dan Pemulihan KUKM (arahan presiden), Penanganan Dampak Ekonomi KUKM di Masa dan Pasca Pandemi Covid – 19, Belanja di Warung Tetangga, UMKM Digital dan sebagainya.
Narasumber lainnya, Herawanto Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat memaparkan materi yang bertajuk “Pandemi Covid-19 : Menjaga Daya Saing UMKM Jabar”, serta Dudut Prasetyo, Direktur PT Sriboga Bakries, memaparkan “Rekstrukturisasi Bisnis UMKM Pasca Covid-19” .