JAKARTA—Owner Java Frinsa Estate, Wildan Mustofa menyampaikan sejumlah tantangan yang saat ini dihadapi agribisnis kopi. Di antara tantangan itu adalah perubahan iklim, hama dan penyakit semakin berat.
Akibatnya biaya sarana produksi menjadi mahal, padahal kopi baru menghasilkan pada tahun ke tiga dan keempat. Karena itu, saat ini banyak petani melakukan budi daya kopi dengan low input tapi hasilnya cukup bagus.
Wildan menyarankan reakan-rekan petaninya menanam kopi di sela hutan yang lebat asalkan klon kopi yang ditanamnya sesuai dengan lingkungannya.
“Apabila mau tanam kopi di sekitar kawasan hutan, harus dicari klon kopi yang cocok dengan naungan rapat. Salah satunya adalah jenis kopi kopyor,” ujar Wildan dalam webminar di Jakarta, Selasa (27/10/20).
Untuk menghemat biaya operasional, petani bisa melakukan pemangkasan naungan dan ranting kopi sebagai pupuk. Karena di sekitar tanaman kopi banyak musuh alami, maka serangan hama tak begitu berat.
Meski serangan hama dan penyakit tak terlalu berat, lanjut Wildan, petani kopi wajib melakukan pengendalian OPT terpadu secara manual.
“Kalau sangat terpaksa dan hama penyakit sudah banyak, petani baru menggunakan herbisida,” ucap Wildan.
Selain itu petani bisa melakukan pemupukan menggunakan bio masa di kebun. Pengolahan kopi bisa dilakukan di kebun, sehingga cangkangnya sangat bagus untuk pupuk.
Daun pohon lamtoro untuk naungan kopi bisa dijadikan pupuk kompos. Sehingga, biaya sarana produksi lebih murah, sedangkan kualitas kopi yang dihasilkan tetap bagus.
Selain di sela hutan, petani ada yang budidaya kopi di terasiring. Semak-semak di lahan terasiring bisa dimanfaatkan untuk naungan.
“Pilihlah kopi yang berbuah dan berbunga serempak di musim kemarau. Sehingga, pemetikan hingga pengolahan akan mudah, 2-3 kali panen selesai dengan produksi yang bagus,” saran dia.
Wildan mencontohkan petani di Pangalengan banyak yang tanam kopi secara intensif di lahan sempit. Sebagian petani di Jawa Barat ini sudah melakukan tanam kopi dengan sistem tumpang sari bersama sayur ( dan kayu). Selain menghasilkan sayur, produktivitas kopi yang dihasilkan juga cukup tinggi, sekitar satu ton per hektare.
Petani juga diminta tanam kopi specialty. Sebab, kopi jenis ini arabika harganya cukup bagus. Petani juga bisa mengolahnya sendiri, sehingga mendapatkan nilai tambah.
Sebagai catatan nilai ekspor kopi pada 2019 sebesar 883 juta dolar AS. Kementan mentargetkan ditargetkan mencapai 2,6 miliar dolar AS pada 2024.