JAKARTA—Belimbing adalah salah satu dari komoditas buah-buahan di DKI Jakarta. Sayangnya produksinya tidak stabil. Menurut Badan Pusat Statistik DKI Jakarta pada 2017 produksi belimbing mencapai 2.980 ton turun menjadi 711 ton pada 2018 dan meningkat kembali menjadi 1.658 ton pada 2019.
Salah satu sentra buah-buahan di Jakarta adalah Kecamatan Jagakarsa, di mana masih terdapat pelestari buah-buahan di tengah konversi lahan yang banyak berubah menjadi perumahan. Di antara para pelestari itu terdapat nama H. Muhammad (70 tahun) menjadisalah seorang pelestari buah-buahan khas Jagakarsa.
Muhammad menekuni usaha pertanian buah sejak 30 tahun lalu. Bersama adiknya, ia mengembangkan belimbing Jagakarsa.
“Saya tidak pernah menggunakan pupuk buatan. Saya hanya memakai kotoran sapi. Jadi yang saya tanam belimbing organik. Sapinya saya rawat sendiri. Dari kotoran sapi itu saya buat pupuk tanaman belimbin,” ungkap Muhammad seperti dilansir Tabloidsinartani, Rabu (30/12/20).
Lanjut pria asli Betawi ini, belimbing adalah buah yang tidak kenal musim dan hanya memerlukan perkarangan luas. Tanam 10 pohon sebetulnya sudah memadai.
Muhammad memiliki 7 pohon belimbing yang buahnya banyak tak kenal musim. Tiap kali panen mencapai 50 kilogram per pohon. Jumlah tersebut ditambah tanaman miliki adiknya sebanyak 10 pohon dan sepupunya yang juga punya 10 pohon.
Jika panen, biasanya Muhammad mengumpulkan jadi satu dari tanaman milik saudaranya tersebut. Ia menjual kisaran Rp35.000 per kilogram. Satu pohon menghasilkan lebih dari Rp1,5 juta per panen. Kalau ditotal dengan 27 pohon maka jumlah produksinya di atas satu ton dan puluhan juta rupiah pun diraup.
Dia mengaku sudah punya pasar sendiri. Setiap membuka lapak di rumahnya bisa habis 15 kilogram per hari dengan cara pemasaran dari mulut ke mulut.
Muhammad mengakui kalau generasi muda kurang tertarik pada pertanian dan lebih suka kerja kantoran. Padahal pertanian membuka lapangan kerja bagi lingkungan sekitar.
