Peluangnews, Jakarta – Perubahan iklim (climate change) adalah mimpi buruk bagi dunia perkopian. Dua varian utama kopi dunia, Arabika dan Robusta yang tumbuh optimal di rentang suhu 18- 22 °C dan 22-28 °C akan terganggu produksinya di tengah suhu bumi yang kiat panas.
Belum lagi cuaca yang tak menentu, curah hujan yang tidak teratur, badai, atau kekeringan berkepanjangan yang disebabkan perubahan iklim mengakibatkan “kejutan sistematik” harga komoditas kopi dunia.
Belum lagi, adanya persebaran hama dan penyakit, serta praktik bertani yang tak lagi sesuai juga akan berdampak pada keberlanjutan produksi kopi.
Di era perubahan iklim, kecocokan penanaman kopi di empat negara produsen kopi terbesar dunia: Brazil, Vietnam, Kolombia, dan Indonesia menurun.
Sebaliknya di negara seperti USA, Argentina, Uruguay, dan Cina tingkat kecocokannya meningkat. Akibatnya peta kompetisi kopi dunia juga akan bergesar.
“Perubahan iklim akan mendisrupsi pertanian, perdagangan, dan bisnis kopi global dan akan mengubah lanskap persaingan persaingan produsen-produsen kopi di seluruh dunia,” ucap Moelyono Soesilo, Global Coffee trader di Jakarta, Kamis (12/10/2023).
Tantangan dan peluang perdagangan kopi di era perubahan iklim ini akan menjadi diskusi yang menarik para pakar dan pelaku bisnis kopi global. Judith Ganes, WorldRenowned Commodity Market Analyst, Thair Hussain, Executive Director Philip Nova Pte Ltd, dan Moelyono Soesilo, global coffee trader, akan mengupaskannya di gelaran Indonesia Coffee Summit #ICS2023 dengan topik “Coffee in the era of Climate Change” di Taman Ismail Marzuki, 23 Oktober 2023.
Diskusi insightful ini akan didahului oleh keynote speech oleh Dr. Ir. Surip Mawardi, SU., legenda kopi Indonesia bertajuk: “Indonesia Coffee: The Climate Change Challenges.”