Pertamina Pacu Produksi LPG Domestik hingga 2,6 Juta Ton, Target Kurangi Impor

Pertamina Pacu Produksi LPG Domestik hingga 2,6 Juta Ton, Target Kurangi Impor
dok.tangkapan layar

PeluangNews, Jakarta – Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Simon Aloysius Mantiri, menyatakan bahwa pihaknya akan menggenjot produksi Liquefied Petroleum Gas (LPG) dalam negeri hingga 2,6 juta metric ton (MT) pada 2025. Langkah ini diambil untuk menekan ketergantungan Indonesia terhadap impor LPG.

Dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (13/6/2025), Simon menjelaskan bahwa kebutuhan LPG nasional saat ini berada di atas 8 juta MT per tahun. Namun, produksi domestik masih jauh di bawah angka tersebut, hanya sekitar 1,6 juta MT per tahun.

“Produksi LPG dalam negeri akan kami dorong agar bisa bertambah sekitar 1 juta metric ton. Dengan demikian, total produksi bisa mencapai 2,6 juta metric ton, sehingga mampu mengurangi porsi impor kita,” kata Simon.

Selain meningkatkan produksi, Pertamina juga mendorong pemanfaatan Dimethyl Ether (DME) sebagai bahan bakar alternatif pengganti LPG, serta mengoptimalkan pengembangan jaringan gas (jargas) untuk rumah tangga.

Pertamina Pacu Produksi LPG Domestik hingga 2,6 juta ton

“Jika jargas ini bisa diwujudkan lebih luas, maka gas bumi kita bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk kebutuhan rumah tangga. Hal ini tentu akan mengurangi ketergantungan kita terhadap LPG impor,” jelas Simon.

Namun demikian, pengembangan jargas masih menghadapi tantangan, khususnya di daerah kepulauan. Sementara di wilayah Jawa dan Sumatera, Simon meyakini penambahan jaringan bisa berjalan lebih cepat dan efektif.

Ia mengungkapkan bahwa hingga saat ini, pembangunan jaringan gas baru mencapai 60 ribu sambungan rumah tangga, dari target 200 ribu sambungan.

“Ini menjadi pekerjaan rumah kami. Dengan dukungan pemerintah, kami akan terus mendorong agar infrastruktur gas bisa lebih maksimal dan menjadi sumber energi alternatif yang lebih murah bagi masyarakat,” ujarnya.

Simon juga menyinggung soal defisit migas yang masih menjadi tantangan nasional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), selama periode Januari–Mei 2024, sektor migas mengalami defisit sebesar 8,07 miliar dolar AS.

“Kami terus berkoordinasi dengan Kementerian ESDM. Masih ada potensi dalam negeri yang bisa dimaksimalkan untuk mengurangi defisit migas tersebut,” pungkas Simon. (RO)

Exit mobile version