
Peluangnews, Jakarta – Untuk mempercepat transisi energi di kawasan Asia Tenggara, Pemerintah mendukung kolaborasi antar negara anggota ASEAN untuk kemitraan yang inovaif, pembiayaan yang berkelanjutan dan inklusif, serta akses ke teknologi yang diperlukan dan efektif.
“Lanskap energi global didesak untuk bertransisi secara berkelanjutan dari ekonomi berbasis fosil menuju ekonomi rendah karbon, dengan cara yang inklusif dan adil, sembari mempertimbangkan keadaan, kemampuan, dan prioritas nasional,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam keterangannya, Selasa (20/6/2023).
Saat ini, keamanan energi sama pentingnya dengan transisi energi. Oleh karena itu, Arifin menyebutkan, pentingnya ketahanan energi berkelanjutan, melalui interkonektivitas di ASEAN sebagai kawasan “epicentrum of growth”.
Pada kesempatan itu, Menteri ESDM menyampaikan, platform pipa gas trans-ASEAN (Trans-ASEAN Gas Pipeline/TAGP) dan jaringan listrik ASEAN akan mempercepat transisi energi bersih dan meningkatkan ketahanan energi. Dia menambahkan, mineral kritis juga dibutuhkan untuk mendukung transisi energi.
Sebagai informasi, mineral kritis atau critical raw materials adalah mineral yang dapat digunakan untuk inovasi teknologi berbasis energi bersih dan terbarukan. Permintaan global akan mineral kritis untuk mengembangkan teknologi energi bersih meningkat secara signifikan.
Data dari International Energy Agency (IEA) menyatakan, bahwa mobil listrik membutuhkan input mineral enam kali lipat dari mobil konvensional. Sedangkan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) membutuhkan sumber daya mineral 13 kali lebih banyak daripada pembangkit listrik berbahan bakar gas berukuran serupa.
“Beberapa negara ASEAN seperti Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina, dan Vietnam dikaruniai sumber daya mineral dalam jumlah besar antara lain nikel, timah, bauksit, dan logam tanah jarang, sehingga ASEAN dapat memainkan peran besar dalam rantai pasokan mineral kritis global,” kata Arifin.
Ia mengatakan, perlunya mengembangkan unit pengolahan dan pemurnian mineral serta manufaktur untuk industri berbasis mineral, terutama untuk teknologi energi bersih. Arifin menyebut Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Indonesia adalah pemain kunci dalam industri manufaktur energi terbarukan seperti industri baterai solar PV dan kendaraan listrik.
“KTT ASEAN 2023 menyepakati penggunaan kendaraan listrik untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan dekarbonisasi sektor transportasi darat di kawasan guna mencapai Net Zero Emission (NZE),” ungkap Arifin.
Menteri ESDM menuturkan, negara-negara ASEAN berkomitmen untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik regional dengan melibatkan seluruh negara anggota ASEAN, dan meningkatkan industri kendaraan listrik dan menjadikan ASEAN sebagai pusat produksi global.
Dengan teknologi lanjut dia, adalah kunci transisi energi menuju karbon netral, maka dari itu perlu peningkatan keberagaman teknologi. Begitu pula dengan akses dan pemanfaatan teknologi perlu dibuat menjadi lebih inklusif. Kemudian, akses kepada teknologi dan pembiayaan yang terjangkau, harus dieksplorasi lebih luas.
“Negara Anggota ASEAN wajib meningkatkan teknologinya, begitu pun dengan kemampuan, kapasitas, dan keahlian untuk mendukung target transisi energi di negara kita, sekaligus target ASEAN Plan of Action of Energy Cooperation (APAEC),” ujar Arifin.
Arifin memberikan apresiasi kepada seluruh negara anggota ASEAN yang telah berkomitmen untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) dalam beberapa tahun ke depan. Komitmen ini, menjadi pondasi roadmap menuju NZE secara global.
“Roadmap tersebut sangat signifikan sebagai alat untuk menganalisis dan mengalokasikan dukungan yang dibutuhkan untuk masing-masing negara, seperti teknologi, pembiayaan, infrastruktur, dan lainnya,” tukas Arifin. (alb)