Perkembangan perang dagang dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu perang dagang impor panel surya dan mesin cuci; perang dagang baja dan aluminium; dan perang dagang teknologi dan hak cipta.
ISU perang dagang ekonomi banyak dibahas sepanjang 2018. Dituding inilah penyebab melemahnya nilai tukar sejumlah mata uang, termasuk rupiah. Kondisi perang dagang ini sebenarnya sudah diramalkan. Soalnya, Amerika Serikat, sebagai negara ekonomi utama dunia, dipimpin oleh Donald Trump yang berhaluan proteksionisme.
Trump meninjau ulang berbagai perjanjian perdagangan yang dianggapnya buruk karena menimbulkan defisit perdagangan yang besar. Negara-negara mitra dagang utama AS menjadi korban karena diterapkannya tarif tinggi. Khususnya Cina. Defisit neraca perdagangan AS pada 2017 mencapai US$862,2 miliar, dimana sekitar 45% disebabkan perdagangan dengan Cina. Hubungan dagang AS-Cina tercatat 46% dari total perdagangan dunia pada 2017.
Saling balas kebijakan penerapan tarif impor antara AS dan Cina telah mempengaruhi aliran perdagangan dunia, sekaligus berdampak ke perekonomian negara-negara berkembang. Dampak dan Strategi Tarif impor dari AS ke Cina memungkinkan untuk produk-produk Indonesia jadi lebih murah daripada produk AS yang akan diimpor ke Cina.
Perkembangan perang dagang dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu perang dagang impor panel surya dan mesin cuci; perang dagang baja dan aluminium; dan perang dagang teknologi dan hak cipta. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan kebijakan peningkatan tarif telah mengancam perdagangan internasional dan berpotensi menurunkan hingga tiga perempat persen pertumbuhan global pada 2020. Upaya menurunkan tensi perdagangan, mengurangi kenaikan tarif, dan mendorong kerja sama multilateral menjadi dibutuhkan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyoroti kemungkinan dampak putaran kedua (second-round effect) dari perang dagang yang dapat memberikan efek negatif bagi Indonesia. Menurut mantan gubernur Bank Indonesia itu, perang dagang akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi dari dua negara yang terlibat intens, yaitu AS dan Cina. Karenanya, Cina mengurangi produksi yang bahan bakunya dari Indonesia.
Solusi atas econd-round effect dari perang dagang ini sulit ditemukan. Sebab, Indonesia harus mencari pasar ekspor lain untuk tetap menjual bahan baku. Di sisi lain terdapat pula dampak tidak langsung dari perang dagang yang mampu memberi efek positif bagi perekonomian Indonesia. Terutama dari relokasi industri-industri yang ada di Cina. Namun, itu sulit dimanfaatkan karena harus bersaing dengan negara lain.
Untuk mengatasi situasi ini, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyebutkan sejumlah strategi. Dalam jangka pendek, Indonesia perlu memperluas pasar ke negara-negara dagang non-tradisional seperti Afrika serta ke negara-negara yang teridentifikasi terdampak perang dagang. Indonesia bisa menjadi pamasok barang substitusi bagi negara tujuan ekspor.
Dikatakan, minyak sawit dapat menjadi komoditas andalan yang bisa diekspor ke Nigeria, Afrika Selatan, Kenya, dan Tanzania. Negara di luar Afrika seperti Kanada, Brasil, Australia, Selandia Baru dan beberapa negara di Eropa Timur juga dapat menjadi tujuan perluasan ekspor. Strategi jangka panjang yang bisa ditempuh adalah pembangunan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, serta konektivitas daya saing.●(dd)