
Peluang News, Jakarta – Di tengah berbagai tekanan yang dihadapi perekonomian dalam negeri, penyaluran kredit dilaporkan masih tetap tumbuh. Menurut laporan Otoritas Jasa Keuangan, kredit yang disalurkan industri perbankan pada Maret 2025 mencapai Rp7.908,42 triliun. Angka tersebut meningkat 9,16% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Menurut data OJK, pada periode tersebut pertumbuhan kredit tertinggi terjadi pada kredit investasi, yaitu meningkat 13,36%, diikuti oleh kredit konsumsi tumbuh 9,32%, kemudian kredit modal kerja 6,51%.
Bank BUMN menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit yaitu sebesar 9,54% yoy. Sementara jika dilihat dari segmennya, kredit korporasi tumbuh tertinggi, yaitu 13,52%, sementara kredit UMKM tumbuh 1,95%, tertinggi berupa kredit usaha kecil yang tumbuh tertinggi sebesar 8,65% di tengah upaya perbankan yang berfokus pada pemulihan kualitas kredit UMKM.
Pertumbuhan kredit masih dalam rentang target yang ditetapkan yaitu pada kisaran 9 persen –11 persen. Berdasarkan pembahasan rencana bisnis dengan industri perbankan, secara umum tidak terdapat penyesuaian yang signifikan pada target pertumbuhan kredit di 2025.
“OJK akan terus berkoordinasi dengan industri perbankan, apabila terdapat faktor-faktor yang mengakibatkan perlunya dilakukan penyesuaian,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar melalui keterangan tertulisnya.
Di sisi lain, Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat tumbuh sebesar 4,75% yoy menjadi Rp9.010 triliun, dengan giro, tabungan, dan deposito masing-masing tumbuh sebesar 4,01%, 7,74%, dan 4,75% yoy. Angka itu memang lebih rendag dibadingkan pertumbuhan DPK pada Februari 2025 yang sebesar 5,75% yoy.
OJK mengungkapkan kontribusi sektor perbankan terhadap perekonomian nasional tidak hanya tercermin dari penyaluran kredit kepada masyarakat dan pelaku usaha, tetapi juga melalui kepemilikan pada instrumen keuangan yang mendukung penguatan kebijakan fiskal dan moneter.
Per Maret 2025, perbankan mencatat kepemilikan sebesar 18,00% pada Surat Berharga Negara (SBN) yaitu sebesar Rp1.121,88 triliun, serta 59,05% pada Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebesar Rp526,17 triliun.
“Hal ini mencerminkan peran aktif perbankan dalam mendukung stabilitas makroekonomi dan memperkuat fondasi pembiayaan negara,” ujar Mahendra.
Di sisi kualitas kredit, rasio NPL gross perbankan sebesar 2,17 persen, lebih rendah dibandingkan dengan posisi Februari 2025 sebesar 2,22% dan NPL net 0,80%. Loan at Risk (LaR) juga relatif stabil, tercatat 9,86%, dimana pada Februari 2025 posisinya 9,77%.
Meskipun meningkat dibandingkan bulan sebelumnya, namun menurut OJK rasio NPL gross dan LaR menurun dibandingkan posisi Maret 2024 yang masing-masing sebesar 2,25% dan 13,94%. Rasio LaR tersebut juga sudah di bawah level sebelum pandemi yaitu sebesar 9,93% pada Desember 2019.
Ketahanan perbankan juga tetap kuat tercermin dari permodalan (CAR) yang berada di level tinggi sebesar 25,43%, dibandingkan dengan Februari 2025 sebesar 26,95%. OJK menilai rasio ini menjadi bantalan mitigasi risiko yang kuat di tengah kondisi ketidakpastian global.